Serang (ANTARA) - Wakil Gubernur Banten Achmad Dimyati Natakusumah menekankan mitigasi risiko bencana di daerah harus dimulai dari penertiban tambang dan perlindungan lingkungan, menyusul meningkatnya bencana hidrometeorologi di berbagai wilayah Indonesia.
“Ini sebetulnya adalah sosialisasi untuk mitigasi risiko terhadap bencana alam. Bencana sudah terjadi di Sumatera pada tahun ini, dan di Banten juga pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya,” kata Dimyati usai mengisi Talkshow dengan tema "Pengurangan Risiko Bencana Melalui Penertiban Tambang Ilegal" di Kota Serang, Selasa.
Ia menyampaikan, Pemerintah Provinsi Banten melakukan mitigasi melalui apel siaga hidrometeorologi bersama Polda, TNI, BPBD, serta seluruh organisasi perangkat daerah terkait, dengan fokus pada persoalan tambang, kerusakan hutan, dan daerah aliran sungai.
Baca juga: Polda Banten dorong solusi legalisasi pertambangan rakyat lewat WPR
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah penutupan tambang ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
“Termasuk penutupan tambang kemarin sebanyak 56 lubang. Sebenarnya bukan hanya itu saja, banyak lubang tambang yang sudah ditutup,” ujarnya.
Dimyati menilai aktivitas pertambangan bersifat jangka pendek dan kerap mengorbankan lingkungan.
Baca juga: Percepat pemulihan lingkungan, Pemprov Banten perkuat Bang Kaliandra
“Tambang itu sifatnya short term. Padahal sebetulnya tambang-tambang seperti itu adalah harta karun milik Tuhan yang diberikan kepada bangsa dan negara untuk kepentingan orang banyak,” katanya.
Menurut dia, kerusakan hutan dan lingkungan akibat tambang berbanding lurus dengan meningkatnya risiko bencana.
“Di daerah-daerah yang ada tambang, tingkat bencana alamnya tinggi sekali, apalagi kalau hutannya tidak dijaga,” ujar Dimyati.
Ia menegaskan perlindungan alam harus menjadi fondasi utama pembangunan daerah agar risiko bencana dapat ditekan secara berkelanjutan.
Baca juga: Polres Serang perketat penyekatan truk tambang pelanggar jam operasional
