Serang (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Serang, Provinsi Banten, mengungkapkan sebanyak 15.960 keluarga di wilayah tersebut masuk dalam kategori berisiko stunting.
"Angka tersebut merupakan hasil pendataan keluarga tahun 2024 (PK24) yang dirilis pada Januari 2025, kalau untuk yang tahun ini belum ada nanti hasilnya dirilis di awal Januari 2026," kata Kepala DP3AKB Kota Serang, Anton Gunawan, di Serang, Selasa.
Anton menyatakan bahwa jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) tersebut mengalami penurunan signifikan dibandingkan data tahun sebelumnya.
"Data 2024 itu turun. Tahun sebelumnya (data 2023) ada di angka 24.000 an sekarang turun ke angka 15.000 an," jelasnya.
Baca juga: Medes Yandri Susanto sebut 26 persen desa di Indonesia tanggap stunting
Ia menegaskan bahwa data KRS berbeda dengan data kasus stunting yang ditangani oleh Dinas Kesehatan (Dinkes). KRS adalah keluarga yang berpotensi memiliki anak stunting, yang mencakup ibu hamil, ibu menyusui, hingga anak usia dua tahun.
"Kalau sumber dari Dinkes, angka stunting kita (kasus) udah di angka 600 an. Tapi yang kita hadirkan hari ini KRS, itu risiko ya, belum tentu stunting," ujarnya.
Menurut Anton, faktor yang menyebabkan keluarga masuk kategori berisiko stunting tidak hanya soal kehamilan, tetapi juga kondisi sanitasi.
"Contoh misalkan akses air bersih mereka tidak punya, terus BAB (buang air besar) masih tidak di tempatnya atau sembarangan, itu masuk dalam kategori keluarga berisiko stunting," jelasnya.
Ia menyebut Kecamatan Kasemen menjadi wilayah dengan jumlah KRS tertinggi di Kota Serang, salah satunya karena faktor kesulitan akses air bersih.
Baca juga: Cegah stunting, Dinkes Serang sasar 41.866 balita lewat program MBG
Untuk menekan angka KRS agar tidak menjadi kasus stunting baru, DP3AKB fokus pada komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai pola hidup dan pola makan.
"Upaya lain lebih bagusnya edukasi. Jadi kita sering datang ke calon pengantin di Kantor Urusan Agama (KUA), jadi jangan sampai usia mereka juga sebelum 20 tahun sudah melakukan pernikahan, karena reproduksi wanitanya belum siap," ujar Anton.
Selain edukasi, Anton menambahkan intervensi juga dilakukan melalui pemberian bantuan yang dikoordinir oleh Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) dan melibatkan dunia usaha.
"Bantuannya bentuknya sembako, seperti telur, beras, tempe, buah-buahan. Selain itu mereka juga dikasih uang transpot dari Baznas sebesar Rp50 ribu per orang," katanya.
Baca juga: Hari Kesehatan, Pemkot Tangerang usung gerakan cegah stunting
