Serang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mengklarifikasi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengadaan makanan dan minuman (mamin) untuk dua rumah sakit yang belum beroperasi, yakni RSUD Cilograng di Kabupaten Lebak dan RSUD Labuan di Kabupaten Pandeglang.
Wakil Gubernur Banten A Dimyati Natakusumah menegaskan bahwa seluruh kerugian negara akibat pengadaan tersebut telah diselesaikan.
“Jangan sampai kejadian lagi, tapi itu sudah diselesaikan. Sudah diselesaikan oleh Dinas Kesehatan Banten dan oleh rumah sakit itu sendiri. Kerugian keuangan negaranya sudah diselesaikan,” ujar Dimyati kepada wartawan di Kota Serang, Senin.
Baca juga: BPK soroti dana BOS dan aset RSUD dalam LHP Pemprov Banten 2024
Sebelumnya, BPK mencatat bahwa pengadaan mamin untuk RSUD Cilograng dan RSUD Labuan senilai Rp1,89 miliar dilakukan saat rumah sakit tersebut belum mulai beroperasi. Belanja dilakukan oleh Dinas Kesehatan Banten melalui dua penyedia, yakni CV DPS dan CV PBS.
BPK menemukan bahan makanan yang dibeli memiliki tanggal kedaluwarsa yang dekat, termasuk produk susu UHT yang akan kedaluwarsa pada Juni 2025.
“Pengadaannya sudah dilakukan, tapi ternyata rumah sakit belum beroperasi karena jadwal peresmian molor. Barang-barang sudah dibeli, dan tetap jadi temuan BPK karena itu, kerugiannya dikembalikan,” ujar Dimyati menjelaskan.
BPK dalam laporannya juga menyebut penggunaan anggaran tidak sesuai peruntukan karena belanja mamin dimasukkan dalam pos Belanja Barang Habis Pakai (BHP), padahal rumah sakit belum beroperasi dan belum ada pasien yang dilayani.
Lebih lanjut, lembaga audit negara tersebut juga menemukan adanya markup harga dalam pengadaan mamin. Harga barang dalam kontrak lebih tinggi dibanding harga pasar dengan selisih mencapai Rp251,7 juta.
“Kalau ada markup harga berarti kan ada kerugian. Ada kerugian temuan BPK yang harus dikembalikan,” kata Dimyati.
Ia menegaskan, temuan itu terjadi pada tahun anggaran 2024 dan bukan pada masa anggaran 2025.
Baca juga: Dana BOS jadi temuan BPK, Pemprov Banten bina kepala sekolah
Menanggapi kekeliruan dalam proses pengadaan, Dimyati menyebut hal itu sebagai “misadministrasi” yang harus menjadi pelajaran ke depan. Ia juga memastikan bahwa Pemprov Banten akan memperkuat sistem pengawasan internal agar kejadian serupa tidak terulang.
“Saya sudah sampaikan dalam sidang paripurna DPRD, tidak boleh ada lagi catatan-catatan itu. Penganggaran yang sifatnya KKN tidak boleh terjadi lagi,” ujar dia menegaskan.
Ia juga menyebut telah menginstruksikan Pelaksana harian Sekretaris Daerah Provinsi Banten untuk membuat sistem agar semua kegiatan di OPD diketahui dan disetujui oleh Gubernur maupun Wakil Gubernur.
“Tidak ada lagi jalan sendiri-sendiri. Kalau sudah disetujui oleh kami, tanggung jawabnya juga di kami,” kata dia.
Baca juga: Pemkab Serang serahkan LKPD Bankeu Parpol ke BPK RI Banten
Terkait sikap Dinas Kesehatan Banten yang dinilai tidak responsif atas kasus ini, Dimyati menyatakan hal itu bisa dimaklumi, karena mereka sedang dalam posisi sebagai pihak yang diperiksa.
“Wajarlah sebagai terperiksa, takut salah komunikasi. Tanya saya saja, saya pimpinannya,” ujar Dimyati.
Dimyati menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa tidak ada niat jahat dalam kasus ini. Ia menyebut kekeliruan terjadi karena rencana peresmian rumah sakit molor, sementara pengadaan telah dilakukan lebih dulu.
“Enggak ada niat jahat. Itu rencananya mau diresmikan akhir 2024 di masa pak Al Muktabar (Penjabat Gubernur Banten sebelumnya), tapi molor. Jadi barang-barang sudah dibeli, gimana?” kata dia.
Baca juga: Pemprov Banten raih opini WTP sembilan kali beruntun