Jakarta (ANTARA) - Peradangan bisa muncul karena sistem imun sedang berusaha melindungi tubuh dari hal-hal yang seharusnya tidak berada di dalam tubuh seperti virus atau bakteri, kata Jonathan Little, Ph.D. dari Laboratorium Metabolisme dan Peradangan Olahraga di Universitas British Columbia.
"Itu sisi baik dari peradangan," katanya sebagaimana dikutip dalam siaran Eating Well pada Kamis (2/1).
Namun, ia melanjutkan, kadang tubuh menghasilkan respons peradangan ringan yang jika tidak diredam dapat menyebabkan masalah yang jauh lebih besar.
Menurut dia, peradangan kronis bisa menyebabkan masalah kesehatan seperti kanker, penyakit jantung, diabetes, dan gangguan gastrointestinal.
Ada banyak mitos tentang peradangan yang beredar, termasuk soal jenis-jenis makanan yang dipercaya bisa memicu peradangan. Tetapi, sebagian besar dari mitos itu telah dibantah oleh hasil penelitian yang solid.
Baca juga: Kata pakar, vaksin polio timbulkan kecacatan adalah mitos
Berikut makanan-makanan yang menurut mitos dapat pemicu peradangan.
Minyak kanola
Di antara pemengaruh ada yang menyebut minyak dari biji-bijian seperti kanola tidak baik bagi kesehatan. Beberapa orang menunjuk kandungan asam lemak omega-6 dalam minyak dari biji-bijian sebagai penyebab peradangan.
Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam linoleat, sejenis asam lemak omega-6 yang ditemukan dalam minyak dari biji-bijian seperti kanola, sebenarnya dapat membantu mengurangi peradangan kronis.
Keseimbangan kandungan asam lemak omega-6 dan omega-3 dalam makanan penting untuk mendapatkan efek anti-inflamasi maksimal.
Kabar baiknya minyak kanola tidak hanya kaya akan asam linoleat, tetapi juga menyediakan omega-3. Satu sendok makan minyak kanola mengandung 1,3 gram omega-3.
"Yang penting adalah seberapa banyak dan seberapa sering Anda mengonsumsi, dan dalam makanan apa Anda konsumsi (omega-6)," kata Amy Bragagnini, MS, RD, CSO , juru bicara Academy of Nutrition and Dietetics.
Baca juga: Kata dokter, penggunaan bra kawat sebabkan kanker payudara mitos
Makanan olahan
Proses pengolahan makanan tidak selalu berdampak buruk bagi tubuh. Spektrum makanan olahan luas, mulai dari yang hanya dicuci lalu direbus sampai dibuat dengan tambahan berbagai bahan melalui proses industri.
Makanan yang diproses secara berlebihan serta mengandung banyak gula tambahan, natrium, karbohidrat olahan, dan lemak jenuh kalau terlalu sering dikonsumsi dapat meningkatkan peradangan dan kemungkinan terjadinya kondisi yang berhubungan dengan peradangan.
Namun, banyak pula makanan dalam kemasan yang cukup bergizi, seperti ikan kalengan yang harganya terjangkau dan sama sehatnya dengan ikan segar.
Kuncinya adalah moderasi, menyeimbangkan konsumsi makanan olahan dengan makanan rumahan yang mencakup banyak buah serta sayuran segar.
Bahan makanan dari keluarga solanaceae
Solanaceae adalah keluarga tanaman yang meliputi tomat, terong, paprika, kentang, dan cabai. Keluarga tumbuhan ini disebut-sebut sebagai biang peradangan karena mengandung senyawa glikosida alkaloid.
Namun, sebenarnya tidak ada alasan untuk menghindari tanaman dari keluarga Solanaceae, kecuali kalau mengalami alergi.
Bragagnini menyampaikan, menghindari jenis makanan ini berarti menghilangkan kesempatan tubuh untuk mendapatkan manfaat anti-inflamasi dari vitamin C , likopen, beta karoten, capsaicin, dan senyawa lain yang dimiliki oleh anggota keluarga tumbuhan ini.
Baca juga: Cegah kadaluarsa, Dinsos Tangerang cek berkala makanan bantuan bencana
Produk susu
Pada orang yang memiliki alergi, susu dapat menyebabkan peradangan. Susu juga bisa menimbulkan masalah kesehatan pada orang dengan intoleransi laktosa, yang tidak dapat mencerna sebagian atau seluruh laktosa dalam susu.
Namun, kondisi itu tidak terjadi pada semua orang. Sementara susu alternatif dan produk non-susu lainnya tidak secara inheren lebih sehat dari susu sapi. Banyak yang kandungan proteinnya lebih sedikit, tidak diperkaya vitamin D, dan mengandung gula tambahan.
Produk susu mengandung vitamin D, kalsium, antioksidan, dan probiotik, yang berperan dalam membantu menangkal peradangan.
Gula dalam bentuk apapun
Gula dibagi menjadi dua kategori, yakni gula alami dan gula tambahan. Gula seperti fruktosa, glukosa, dan laktosa secara alami terdapat dalam buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu tanpa pemanis seperti yogurt tawar dan keju. Sedangkan gula tambahan bisa berupa gula kristal atau gula coklat.
Banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa mengonsumsi banyak gula tambahan dapat menyebabkan peradangan dan meningkatkan risiko obesitas, penyakit kardiovaskular, dan masalah kesehatan serius lainnya membuat orang menjadi khawatir mengonsumsi gula.
Padahal, sebenarnya yang penting adalah memastikan asupan gula tidak melampaui batas yang direkomendasikan.
Pedoman Diet untuk Orang Amerika merekomendasikan pembatasan asupan gula tidak lebih dari 12 sendok teh atau 48 gram gula jika mengikuti diet 2.000 kalori per hari.
Bragagnini mengingatkan bahwa peradangan kronis lebih terkait dengan pola makan secara keseluruhan daripada hanya satu makanan saja.
"Jadi, jika Anda mengonsumsi makanan dengan tambahan gula dalam jumlah banyak, Anda mungkin berisiko mengalami peradangan kronis, dibandingkan dengan mengikuti diet seimbang dan sesekali memilih makanan manis," katanya.
Baca juga: Pemda diajak manfaatkan teknologi program pemberian makanan tambahan