Sekitar 99 persen warga masyarakat adat Kaolotan Jamrut berprofesi petani dengan total lahan garapan seluas 60 hektare. Selain itu, warga juga sebagai perajin gula nira, pekebun kopi, dan beras ungu.
Masyarakat adat Kaolotan merupakan pengikut Kerajaan Banten dan memeluk agama Islam. Mereka tinggal wilayah di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut.
Kondisi alamnya subur terlihat sumber air dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), yang mengalir ke ratusan hektare persawahan milik masyarakat.
Petani adat Kaolotan juga bercocok tanam tak menggunakan pupuk kimia, mereka lebih memilih pupuk organik-alami dengan memanfaatkan kotoran ternak, kompos, dan jerami.
Para petani senantiasa diingatkan mampu memproduksi pupuk organik karena sangat menguntungkan, menyehatkan, dan tidak menimbulkan kerusakan tanah.
Baca juga: Kemarau panjang, sejumlah petani di Lebak nganggur
Beras ungu organik
Masyarakat adat Kaolotan Jamrut juga menjaga dan melestarikan beras ungu yang kini terancam langka, sebab beras ungu organik itu asli dari nenek moyang leluhur adat.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dilaporkan siap menampung beras ungu organik dari Kabupaten Lebak, hasil pertemuan kerja sama dengan Provinsi Banten.
Dinas Perdagangan Provinsi Jawa Timur memberikan testimoni tentang kelebihan beras ungu organik itu.
Saat ini, petani juga tengah mengembangkan beras ungu organik seluas 10 hektare dan gerakan tanam serentak yang dilakukan mulai pekan depan.
Pengembangan beras ungu organik dengan varietas benih lokal guna meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat di daerah itu.
"Kami mengembangkan beras ungu organik itu agar tidak langka di tengah permintaan pasar yang cukup tinggi," kata Ketua Koordinator Wilayah Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Cigemblong Kabupaten Lebak Yusep Saeful Anwar.
Baca juga: Tekad perajin sapu lepaskan kemiskinan ekstrem
Masyarakat adat Kaolotan yang tetap berkelimpahan pangan
Kamis, 5 Oktober 2023 6:34 WIB