Lebak (ANTARA) -
Mereka adalah warga yang tidak kenal lelah berjuang, awalnya untuk terbebas dari lilitan kemiskinan ekstrem kemudian meningkatkan pendapatan keluarga.
Warga di kampung-kampung sekitar perkebunan peninggalan eks Kolonial Belanda kebanyakan bekerja sebagai buruh perkebunan.
Perkebunan eks Belanda itu awalnya perkebunan karet, namun sekitar tahun 1980-an dijadikan kelapa sawit, hingga sekarang.
Perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Lebak, kini banyak dimiliki BUMN, yakni Perkebunan Cisalak Baru PTPN III Jawa Barat-Banten, sebagian milik perusahaan swasta, dan masyarakat.
Baca juga: Alat musik kecapi buhun Badui tercatat di Balai Pelestarian Kebudayaan
Perjuangan lepas dari kemiskinan itu kini berbuah manis, dengan meningaktnya pendapatan masyarakat setempat, dengan usaha memproduksi kerajinan sapu lidi.
Perajin sapu lidi itu tumbuh dan berkembang di sekitar kampung-kampung perkebunan, setelah adanya pengepul besar untuk dipasok ke luar daerah.
Bahkan, setiap pekan banyak angkutan truk diesel dan pikap membawa puluhan ribu ikat sapu lidi ke luar daerah, dengan perputaran uang diperkirakan hingga ratusan juta rupiah per bulan.
Produksi sapu lidi itu dipasok ke sejumlah daerah di Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Produksi sapu lidi itu memanfaatkan limbah pelapah pohon kelapa sawit.
Limbah pohon pelapah sawit itu dibuang oleh petugas perkebunan dengan fungsi untuk kesuburan tanaman dan peningkatan produktivitas buah. Oleh warga, lidi-lidi yang awalnya hanya membusuk di tanah itu dimanfaatkan menjadi kerajinan sapu.
Baca juga: Omzet perajin krey di Lebak Banten naik 100 persen