Pendapatan ekonomi mereka relatif baik jika rata-rata Rp80 ribu per hari, dengan produksi 20 sapu per hari, sehingga setiap bulan mendapatkan penghasilan Rp2,4 juta.
Mendapatkan penghasilan di atas Rp2 juta per bulan bagi masyarakat di sekitar perkebunan itu tentu sangat besar. APalagi untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari mereka memanfaatkan hasil panen padi sawah dan palawija.
Berkat usaha kerajinan sapi lidi, satatus miskin sudah lepas dari masyarakat. Di kampung-kampung sekitar perkebunan tidak ditemukan lagi rumah panggung, dengan bilik bambu dan atap rumbia.
Saat ini, kampung mereka sudah dihiasi dengan rumah permanen dan semi permanen, juga anak-anak bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi.
"Kami hidup bersama keluarga dengan lebih sejahtera, setelah menggeluti usaha sapu lidi, dari sebelumnya menjadi buruh perkebunan maupun buruh tani," kata Ma Iyoh (65), salah seorang perajin, saat berbincang dengan ANTARA.
Baca juga: Busana Badui hasil produksi UMKM diminati kalangan muda
Selama ini, produksi sapu lidi di Banten paling besar di Kabupaten Lebak, karena bahan baku melimpah dari pelepah perkebunan kelapa sawit.
Untuk menghasilkan uang, para perajin cukup mengerjakan kerajinan di teras rumah.
Pekerjaan itu dilakukan, kebanyakan kaum hawa, mulai pagi, siang, sore hari hingga menjelang Maghrib.
Dengan kerajinan itu, kaum ibu bekerja dibantu anak dan menantunya.
Produksi sapu lidi dipasok ke sejumlah pasar di DKI Jakarta, antara 5.000 sampai 6.000 ikat per pekan.
Para pembeli itu merupakan langganan tetap di kios-kios eceran dan selama lebih dari 10 tahun telah menerima produksi sapu lidi dari Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Baca juga: Perum Bulog Lebak - Pandeglang jamin stok beras aman hingga akhir tahun