Masyarakat adat Kaolotan Jamrut, Desa Wangunjaya, di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, siang itu sibuk memasukkan padi hasil panen September lalu ke leuit atau lumbung pangan.
Leuit yang terbuat dari atap rumbia dan dinding bambu serta kayu itu berlokasi di belakang permukiman warga setempat. Satu per satu leuit itu dipenuhi padi.
Petani memanggul padi kering itu melintasi jalan setapak dari sawah ke leuit dengan jarak antara 2 kilometer sampai 2,5 kilometer.
Jumlah rumah leuit di Desa Kaolotan Jamrut tercatat sebanyak 174 unit dengan kapasitas gabah 2 ton per unit sehingga total gabah kering yang tersimpan di semua leuit itu sebanyak 348 ton.
Selain itu, masih ada gabah yang dijadikan cadangan pangan masyarakat adat, bahkan konon ada yang sudah berusia 30 tahun.
Baca juga: Selamatkan padi, Pemkab Lebak lakukan pompanisasi
Dari ketersediaan gabah 348 ton, dipastikan 87 keluarga masyarakat adat Kaolotan Jamrut, Desa Wangunjaya, Kecamatan Cigemblong, tercukupi kebutuhan pangan mereka hingga tahun 2024.
Sampai saat ini warga adat belum ada yang membeli beras, meskipun di tengah kemarau panjang seperti saat ini.
Dulmanan (55), tokoh adat Kaolotan Jamrut yang juga mantri tani Desa Wangunjaya, mengisahkan bahwa masyarakat Kaolotan Jamrut sejak zaman Kolonial Belanda hingga kini belum pernah mengalami kerawanan pangan, apalagi sampai kelaparan.
Resepnya, setiap panen setahun sekali wajib menyimpan gabah di rumah-rumah leuit untuk cadangan pangan keluarga.
Aturan itu diwariskan oleh leluhur kepada anak cucu mereka agar tidak menimbulkan kerawanan pangan maupun kelaparan ketika padi diserang penyakit yang mengakibatkan gagal panen.
Selain itu juga ketika terdampak bencana alam maupun terjadi konflik sosial dan perang, juga masih memiliki cadangan pangan untuk dikonsumsi keluarga.
Baca juga: Kendalikan harga, Disperindag Lebak distribusikan beras SPHP
Leuit yang terbuat dari atap rumbia dan dinding bambu serta kayu itu berlokasi di belakang permukiman warga setempat. Satu per satu leuit itu dipenuhi padi.
Petani memanggul padi kering itu melintasi jalan setapak dari sawah ke leuit dengan jarak antara 2 kilometer sampai 2,5 kilometer.
Jumlah rumah leuit di Desa Kaolotan Jamrut tercatat sebanyak 174 unit dengan kapasitas gabah 2 ton per unit sehingga total gabah kering yang tersimpan di semua leuit itu sebanyak 348 ton.
Selain itu, masih ada gabah yang dijadikan cadangan pangan masyarakat adat, bahkan konon ada yang sudah berusia 30 tahun.
Baca juga: Selamatkan padi, Pemkab Lebak lakukan pompanisasi
Dari ketersediaan gabah 348 ton, dipastikan 87 keluarga masyarakat adat Kaolotan Jamrut, Desa Wangunjaya, Kecamatan Cigemblong, tercukupi kebutuhan pangan mereka hingga tahun 2024.
Sampai saat ini warga adat belum ada yang membeli beras, meskipun di tengah kemarau panjang seperti saat ini.
Dulmanan (55), tokoh adat Kaolotan Jamrut yang juga mantri tani Desa Wangunjaya, mengisahkan bahwa masyarakat Kaolotan Jamrut sejak zaman Kolonial Belanda hingga kini belum pernah mengalami kerawanan pangan, apalagi sampai kelaparan.
Resepnya, setiap panen setahun sekali wajib menyimpan gabah di rumah-rumah leuit untuk cadangan pangan keluarga.
Aturan itu diwariskan oleh leluhur kepada anak cucu mereka agar tidak menimbulkan kerawanan pangan maupun kelaparan ketika padi diserang penyakit yang mengakibatkan gagal panen.
Selain itu juga ketika terdampak bencana alam maupun terjadi konflik sosial dan perang, juga masih memiliki cadangan pangan untuk dikonsumsi keluarga.
Baca juga: Kendalikan harga, Disperindag Lebak distribusikan beras SPHP