Jakarta (ANTARA) - Dalam wawancara dengan HT Lifestyle yang dikutip pada Selasa, Dr. Lohith U, Konsultan Bedah Gastroenterologi Bariatrik dan Onkologi Saluran Cerna di Manipal Hospital Sarjapur Road, menjelaskan penyebab GERD, dampaknya pada tidur, serta cara mengelola gejalanya.
GERD, atau ‘Gastro-oesophageal reflux disease’, adalah penyakit kronis di mana asam lambung mengalir kembali ke kerongkongan.
Kondisi ini biasanya ditandai dengan sensasi terbakar di dada (‘heartburn’), mual, dan ketidaknyamanan di perut.
“Otot sfingter esofagus bagian bawah, yang memisahkan kerongkongan dan lambung, kadang-kadang melemah atau rileks secara tidak tepat, memungkinkan asam lambung naik kembali. Refluks asam dapat terjadi kapan saja, namun ‘GERD malam hari’ mengacu pada situasi di mana refluks asam memburuk saat pasien sedang tidur,” jelas Dr. Lohith U.
“Refluks asam dapat menyebabkan sering terbangun dan kualitas tidur yang buruk, disertai ketidaknyamanan seperti sensasi terbakar di dada, batuk, tersedak, atau rasa tidak enak di mulut,” tambahnya.
Baca juga: Kata dokter, berbaring bisa redakan asam lambung tanpa batalkan puasa
Menurut dia, kurang tidur yang berkelanjutan dapat menyebabkan kelelahan, mudah marah, gangguan konsentrasi, serta penurunan proses metabolisme tubuh. Jika dibiarkan, GERD dapat menyebabkan esofagitis (peradangan kerongkongan), tukak, penyempitan kerongkongan (‘strictures’), gangguan pernapasan, atau kondisi prakanker yang disebut ‘Barrett's oesophagus’.
Dr. Lohith U memberikan beberapa tips untuk mencegah refluks asam di malam hari dan meningkatkan pola tidur, yakni:
- Meninggikan kepala tempat tidur sekitar 15-20 cm.
- Makan malam lebih awal dengan porsi sedang.
- Menghindari makanan berlemak atau pedas sebelum tidur.
- Tidur dengan posisi miring ke kiri.
- Mengontrol berat badan untuk mengurangi tekanan pada lambung.
- Pengobatan medis dengan antasida atau obat pengurang asam yang diresepkan oleh tenaga medis.
Baca juga: Ini penyakit yang biasa muncul saat musim hujan