Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Komisi Penyiaran Indonesia menjaga obyektivitas dalam melakukan tugasnya mengawasi media penyiaran, baik stasiun televisi atau radio, di Indonesia.
"Memang tidak mudah menjaga itu karena tidak ada aturan yang bisa mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Norma dan etik itu sangat subyektif, jadi apa yang melanggar atau tidak itu pasti debatable," kata Wapres JK saat membuka Rapat Pimpinan KPI Tahun 2019 di Istana Wapres Jakarta, Rabu.
Menekankan obyektivitas dalam pengawasan terhadap media penyiaran, lanjut JK, menjadi solusi penting di tengah tren industrialisasi media. Media massa saat ini menjadi industri yang harus memenuhi tuntutan publik supaya tetap bertahan di tengah menjamurnya media alternatif.
"Kalau dulu media membawa pesan dari pemerintah, dari masyarakat dan ada ideologi yang masuk; sekarang yang masuk ke media itu adalah industri. Industri itu soal untung atau rugi," kata JK.
Oleh karena itu, selain kontrol dari masing-masing media televisi dan radio, KPI juga perlu menerapkan obyektivitas dalam mengawasi media penyiaran. KPI juga harus menjunjung independensi dalam pengawasannya, sehingga tidak memiliki kepentingan dengan pemilik modal.
"Jadi, anda (KPI) bekerja tidak bisa hanya berdasarkan undang-undang karena nanti anda hanya bicara soal melanggar norma. Jadi memang harus dipertaruhkan itu obyektivitas dan juga independensi dari pemilik modal," ujar Wapres.
Rapim KPI Tahun 2019 dibuka Wapres JK di Istana Wapres, Rabu, dengan dihadiri Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan pimpinan KPI Pusat dan perwakilan KPI daerah.
Agenda Rapim KPI antara lain membahas revisi pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3 dan SPS), penyusunan panduan online single submission (OSS) dan implementasi sistem stasiun berjaringan (SSJ) melalui siaran konten lokal.