Lebak (ANTARA) - Masyarakat Suku Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten konsisten menjaga hutan lindung sebagai titipan leluhur agar tetap lestari dan hijau, sehingga tidak menimbulkan kerusakan lingkungan alam.
"Bila kawasan hutan mengalami kerusakan dipastikan berpotensi menimbulkan malapetaka bencana alam," kata Tetua Adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Kabupaten Lebak Jaro Oom saat dihubungi di Rangkasbitung, Lebak, Jumat.
Masyarakat Suku Badui saat ini memasuki musim hujan, sehingga dioptimalkan penjagaan kawasan hutan lindung agar lestari dan hijau.
Menurut dia, kawasan hutan lindung seluas 3.100 hektare sebagai titipan leluhur harus dijaga agar tidak menimbulkan kerusakan.
Baca juga: Pengunjung kawasan Badui dilarang terbangkan drone di tanah adat
Selama ini, kata dia, kondisi hutan lindung atau hutan tutupan relatif baik dan tidak ada pembalakan liar maupun penambangan emas tanpa izin.
Sebab, bila hutan tutupan tersebut rusak akan berdampak terhadap keberlanjutan kehidupan manusia juga ekosistem lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah desa setempat melakukan penjagaan di kawasan hutan lindung juga hutan sekitarnya agar tetap lestari dan hijau.
"Kami memiliki kewajiban untuk menjaga kawasan hutan sebagai warisan leluhur yang harus dilaksanakannya," katanya menjelaskan.
Baca juga: Kawasan adat Suku Badui dipadati pemburu buah durian
Menurut dia, selama ini, 3.100 hektare hutan lindung dijaga dan dilestarikan dan jangan sampai kawasan hutan tutupan yang berada di Kaki Gunung Kendeng kondisinya rusak, karena dapat menimbulkan kekeringan, kesulitan air bersih, banjir, dan longsor.
Sebagai upaya pemeliharaan hutan, warga di Baduy memiliki sejumlah tradisi. Salah satunya gerakan menanam yang dilaksanakan tiap tahun sebagai upaya penghijauan lahan agar bisa terus bermanfaat bagi umat manusia.
"Kami berharap gerakan tanam ini dapat tumbuh subur sehingga menghasilkan pangan dan ekonomi," katanya menjelaskan.
Baca juga: Budidaya lebah Badui hasilkan madu sebagai sumber ekonomi warga
