Sejumlah produk kain tenun Badui yang dihasilkan perajin di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dipasarkan melalui media sosial untuk membantu meningkatkan omzet penjualan menyusul kunjungan wisatawan hanya ramai pada akhir pekan.
"Kami tidak bisa mengandalkan penjualan kain tenun Badui itu dari wisatawan saja," kata Asuhati (34), perajin di pemukiman Badui di Desa Kanekes Kabupaten Lebak, Selasa.
Perajin kain tenun Badui di pedalaman Kabupaten Lebak kini memasarkan produksinya dengan digitalisasi media sosial. Pemasaran melalui media sosial cukup membantu pendapatan para perajin yang tidak bergantung dari kunjungan wisatawan.
Selama ini, wisatawan yang mengunjungi kawasan pemukiman Badui pada akhir pekan tidak bisa menjadi andalan pendapatan mereka.
"Paling banter wisatawan yang membeli produk kain tenun Badui antara dua sampai empat potong dengan pendapatan Rp750 ribu/pekan," katanya menambahkan.
Menurut dia, dirinya sangat terbantu pendapatan ekonomi dengan menjual produk kerajinan kain tenun Badui ke aplikasi media sosial, seperti Shopee, Lazada, Akulaku, Tokopedia, Bukalapak, Facebook, Instagram Twitter dan YouTube.
Baca juga: Pembangunan stasiun Rangkasbitung berdampak bagi sektor pariwisata
Baca juga: Pembangunan stasiun Rangkasbitung berdampak bagi sektor pariwisata
Penjualan produk kain tenun Badui bisa menghasilkan pendapatan sekitar Rp7 juta/pekan. Produk kerajinan kain tenun Badui itu antara lain selendang, kain, batik, pakaian kampret atau pakaian pangsi kain ikat kepala (lomar) dan blankon.
Selain itu juga produk kerajinan tas koja, souvenir, madu, bandrek jahe merah dan gula aren. Produk kerajinan Badui itu dijual mulai Rp20 ribu sampai Rp350 ribu/potong kain.
"Kami usaha kerajinan itu untuk membantu pendapatan ekonomi suami yang mengandalkan dari tani ladang," kata Asuhati.
Begitu juga Munah (50), perajin tenun Badui mengaku sejak dua tahun terakhir ini permintaan kain tenun Badui meningkatkan dari 15 potong menjadi 20 potong dengan pendapatan Rp5 juta/pekan atau dengan harga antara Rp250 ribu sampai Rp300 ribu/potong.
''Kita banyak juga pelanggan melalui media sosial juga ada dari Sumatera," katanya menjelaskan.
Baca juga: Petani Badui mulai garap ladang padi huma dan palawija
Baca juga: Petani Badui mulai garap ladang padi huma dan palawija
Sementara itu, Sekertaris Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Imam Suangsa mengatakan saat ini hanya 10 persen dari 117.269 pelaku usaha yang memasarkan produknya melalui digitalisasi, termasuk sebagian perajin Badui.
Perajin masyarakat Badui sendiri, lanjut dia, sekitar 2.000 unit usaha dengan pendapatan mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Untuk itu, pihaknya mendorong para pelaku usaha agar menggunakan teknologi digital untuk memasarkan produknya.
Pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk pelatihan digitalisasi kepada para pelaku usaha, sehingga mereka bisa memahami broadcasting, bisnis e-commerce, digital content, E-learning dan bisnis afiliasi.
Selain itu juga bagaimana cara menampilkan produksi hingga ke aplikasi media sosial, seperti Marketplace, Shopee, Lazada, Akulaku, Tokopedia, Bukalapak, Facebook, Instagram Twitter dan YouTube.
"Kami berharap semua pelaku usaha dapat memasarkan dengan digitalisasi sehingga dapat mendongkrak omzet pendapatan, " katanya menjelaskan.
Baca juga: Dari Ladang, masyarakat Badui penuhi pangan dan ekonomi
Baca juga: Tenun kaum perempuan Badui topang ekonomi masyarakat adat
Baca juga: Dari Ladang, masyarakat Badui penuhi pangan dan ekonomi
Baca juga: Tenun kaum perempuan Badui topang ekonomi masyarakat adat