Serang (ANTARA) - Banten, selama ini dikenal dengan budaya debusnya, namun ternyata ada satu lain yang membuat wilayah ini lebih dikenal masyarakat luas yakni senjata golok yang terkenal tajam.
Ya, di perbatasan Serang-Pandeglang ada sebuah desa yang banyak warganya membuat golok itu secara turun temurun. Adalah Desa Seuat, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang.
Salah satunya adalah Bakreni. Pria berusia 44 tahun mengaku keturunan keenam sejak kakek buyutnya sebagai perajin golok khas Banten tersebut.
“Sudah dari remaja saya diajarkan kakek sampai bapak saya untuk menempa besi sampai mengukir sarung golok, Alhamdulillah rezekinya sampai sekarang dari penjualan golok ini,” kata Bakreni, Selasa.
Bagi warga Banten, desa ini memang menjadi ikon perajin dan pengukir golok. Ciri khas dalam produksinya adalah golok sulangkar atau golok yang terbuat dari besi pijakan delman dan besi ranjang tua.
Baca juga: Polda Banten bahas rencana pendaftaran golok pusaka Indonesia di UNESCO
Pembuat golok di desa ini, menurut Bakreni dibagi kepada dua kelompok yakni kelompok pertama yakni para perajin yang menempa besi sampai berbentuk golok tapi belum tajam. Para pandai saat ini berjumlah 6 kelompok dalam satu desa.
Kelompok kedua adalah para perajin dan pengukir golok yang memproduksi beraneka ragam jenis dan ukuran golok sampai diperjualbelikan ke pasar atau melalui pesanan. Untuk kelompok ini, ada seratusan orang di satu desa.
Selain Bakreni ada perajin yang lebih senior yakni Suheri. Pria berusia 61 tahun ini mengaku mulai memproduksi golok pada 1982. Ia merupakan generasi keempat dari keluarganya sebagai pandai dengan label golok NHS (Numpang Hidup Sementara). Dalam waktu satu hari ia mengaku bisa menempa 3 sampai 4 golok.
Setiap golok, kata dia, dijual Rp80 ribu sampai Rp90 ribu per buah. Bahan baku yang ia gunakan adalah besi bekas, misalkan dari per mobil atau jenis baja lain. Karyanya juga ia jual kepada para perajin dan pengukir golok di desanya.
"Saya khusus bagian menempa, satu jam menghasilkan 8 tempaan golok. Saya generasi ke-4, memang dari nenek moyang," kata Suheri.
Dari pekerjaannya, ia menghasilkan Rp 400 ribu per hari dan keuntungan yang ia dapat di bagi dengan pegawainya setelah dipotong biaya pembelian bahan baku.
Khusus untuk mengukir golok, kata Suheri, bersama timnya akan bekerja sesuai pesanan. Selain golok sulangkar yang harganya jutaan rupiah, ia juga memproduksi golok sorenan, dan golok Bedog, yang biasa digunakan untuk menebang pohon.
Baca juga: 14 negara ikuti seminar Internasional Golok Banten di Mata Dunia
Begitu juga dengan Bahari. Pria berusia 50 tahun ini mengaku dalam membuat golok bisa membutuhkan waktu lama karena keunikan bahan pembuatan dan aksesorinya.
Sulangkar berbahan besi pilihan dan aksesorinya antara lain penutup dan gagang berbahan tanduk kerbau merupakan salah satu perbedaan dengan golok pada umumnya.
"Golok yang gagangnya dari tanduk kerbau. Sarungnya juga dari tanduk kerbau atau full dari tanduk, harganya bisa mencapai jutaan rupiah," kata Bahari.
Apalagi jika gagang dan sarung golok terbuat dari tanduk kerbau albino, harganya akan lebih mahal. Untuk jenis tersebut biasanya dijual dengan secara daring ataupun pesanan dari berbagai daerah lewat aplikasi.
Bagi pencinta golok, lanjut dia, lebih suka jenis ini. Selain kuat, golok dengan gagang dari tanduk kerbau menjadi golok yang khas dan menampilkan corak tradisional ke-Bantenan. Maka dari itu, meskipun harga golok itu mahal, warga desa Seuat selalu mendapatkan pesanan.
Bahari bahkan mengaku pernah membuat golok sulangkar dan terjual dengan harga Rp8 juta untuk satu buah golok.
Nama golok sulangkar diambil dari salah satu jenis besi injakan delman, atau sado yang sudah tua. Besi-besi tua tersebut diambil menjadi bahan dasar pembuatan golok karena mereka masih percaya besi kuno tersebut mengandung unsur mistis yang kuat, sehingga ketika dijadikan golok, aura mistis tersebut masih ada.
Dilihat dari penampilan fisiknya, golok sulangkar asli Ciomas memiliki ciri khas dari bilah goloknya yakni urat atau serat empat garis, pada umumnya hanya memiliki tiga garis.
Serat yang berwarna hitam kemerahan ini, menjadikan golok sulangkar terlihat seperti berkarat dan tumpul. Padahal sebenarnya tidak, malah sebaliknya sangat tajam.
Nilai pusaka golok dapat dilihat dari dua aspek yaitu Eksoteri dan Isoteri. Dari aspek Eksoteri berupa pemahaman yang lebih terkait dengan teknik pembuatan Golok melalui proses penempaan, pukulan dan lipatan dari bahan logam campuran pilihan sehingga menjadi wujud bilah Golok dengan pamor yang indah.
Sedangkan dari aspek Isoteri maka pemahaman tentang golok lebih kepada pengalaman individual yang lebih bersifat misteri yang cukup dinikmati sendiri dan menjadi pengayaan sendiri. Aspek ini lebih dalam melihat dari hal yang tidak kasat mata yang biasanya hanya dapat dilihat oleh orang-orang tertentu atau mempunyai kelebihan tertentu.
Baca juga: Polda Banten gelar Seminar Golok Internasional di Mata Dunia