Tetua adat Badui menyepakati peniadaan sinyal Internet di kawasan tanah hak ulayat masyarakat Badui di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Bagi tetua adat, keberadaan jaringan Internet berdampak buruk terhadap nilai -nilai budaya masyarakat adat setempat.
Banyak konten dan aplikasi dari jagat digital tersebut yang dinilai bisa menghancurkan moral dan akhlak generasi muda Badui.
Sebagian warga masyarakat Badui memang ada yang menggunakan handphone sebagai alat komunikasi dengan keluarga, sesama teman, rekanan, hingga perdagangan online.
Usulan tetua adat untuk menghapus sinyal internet di kawasan permukiman Badui didasari dampak negatif itu. Usulan tersebut ditandatangani sejumlah tetua adat Badui, yakni Tangtu Tilu Jaro Tujuh, Wakil Jaro Tangtu, Tanggungan Jaro 12, Wakil Jaro Warega, dan Jaro Pamarentah atau Kepala Desa Kanekes.
Tetua adat Badui yang diwakili Jaro Pamarentah atau Kepala Desa Kanekes mengirimkan surat berisi usulan penghapusan sinyal Internet kepada Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya pada tanggal 1 Juni 2023.
Dalam surat itu, tetua adat minta peniadaan sinyal internet untuk melindungi Suku Badui yang tinggal di kawasan permukiman Tanah Hak Ulayat Adat dengan seluas 5.200 hektare, terdiri atas 3.200 hektare hutan dan 2.000 hektare perkampungan.
Baca juga: Disbudpar Kabupaten Lebak setuju kawasan Badui ditiadakan sinyal internet
Kekhawatiran
Tetua adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Jaro Saija di Lebak mengkhawatirkan maraknya penggunaan Internet berdampak buruk terhadap nilai -nilai budaya masyarakat Badui.
Selain itu, banyak konten dan aplikasi dalam media sosial yang menayangkan gambar tindakan kekerasan, pembunuhan, seksual yang bertentangan dengan adat. Semua konten itu dapat memengaruhi generasi muda Badui.
Oleh karena itu, tetua adat minta peniadaan jaringan internet di kawasan Tanah Hak Ulayat permukiman masyarakat Badui Dalam dan Badui Luar dengan penduduk 21.600 jiwa yang tersebar di 68 kampung.
Peniadaan sinyal itu di antaranya dengan cara mengalihkan dua pemancar sinyal (tower), agar tidak diarahkan ke wilayah permukiman Badui.
Tetua adat keberatan adanya menara BTS yang mengarah ke permukiman Tanah Hak Ulayat Badui. Pengalihan tower itu dipastikan akan membebaskan permukiman Badui dari sinyal internet (blankspot area).
Selain itu, tetua adat meminta konten dan aplikasi yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat Badui dihapus karena bisa berdampak buruk terhadap generasi muda.
"Kami minta penghapusan sinyal Internet, agar kehidupan masyarakat Badui tidak terpengaruh konten yang tidak mendidik dan bertentangan dengan adat," kata Jaro Saija.
Anggota DPRD Kabupaten Lebak Musa Weliansyah mendukung keputusan tetua adat yang mengajukan usulan permintaan peniadaan sinyal Internet kepada Pemerintah.
Peniadaan sinyal Internet diperlukan untuk menjaga kelestarian adat dan budaya Suku Badui.
Kemudahan mengakses jaringan Internet dinilai bisa menjauhkan kaum muda Suku Badui dari adat dan budayanya.
Pemerintah diminta memfasilitasi usulan warga Suku Badui demi kelestarian adat dan budaya khas mereka.
"Kami minta Kementerian Komunikasi dan Informatika segera menghapus jaringan internet di permukiman Badui untuk pelestarian kemurnian karakteristik masyarakat Badui," kata Musa.
Ia menyayangkan generasi Badui, baik pemuda maupun pemudi, yang kini acap live di Tiktok dan YouTube setelah ada jaringan Internet di permukiman Badui.
Permainan Tiktok dan YouTube ke depan, dinilai dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat Badui.
Oleh karena itu pihaknya mendukung usulan peniadaan sinyal Internet di kawasan permukiman Suku Badui guna kelestarian budaya warisan leluhur.
Sekretaris Daerah Kabupaten Lebak Budi Santoso akan menyampaikan permintaan peniadaan sinyal Internet di permukiman Suku Badui ke Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Kami berharap Kementerian Kominfo cepat menindaklanjuti," katanya.
Warga Badui bernama Santa, 55 tahun, pun mendukung keputusan lembaga adat yang mengajukan permintaan peniadaan sinyal Internet di wilayah permukiman Badui.
Kemudahan mengakses Internet dinilainya menjadikan orang gampang bikin konten yang bertentangan dengan adat dan budaya Badui.
Meskipun bisa menimbulkan dampak negatif, jaringan Internet dan perangkat teknologi informasi diakui juga memiliki banyak manfaat.
Selama ini, masyarakat Suku Badui dikenal masih memegang nilai-nilai adat istiadat mereka.
Baca juga: Anggota DPRD Kabupaten Lebak dukung tetua Badui soal peniadaan sinyal internet
Setuju
Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lebak Imam Rismahayadin menyetujui keputusan lembaga adat Badui mengusulkan peniadaan sinyal telekomunikasi tersebut.
Pihaknya akan meneruskan usulan tetua adat itu ke Pemerintah Pusat. Sebab, keputusan itu guna pelestarian dan menjaga budaya masyarakat Badui.
Pihaknya tidak mempermasalahkan keputusan lembaga adat mengajukan usulan penghapusan sinyal di kawasan Badui itu.
Ia juga tidak khawatir terjadi penurunan pengunjung wisata budaya Badui dengan adanya penghapusan jaringan Internet tersebut.
Apa pun, aturan adat Suku Badui harus dijaga dan dilestarikan.
Peniadaan sinyal Internet di permukiman Badui justru menjadi keunikan tersendiri bagi orang yang datang ke Badui.
Peniadaan akses tersebut nantinya malah membuat penasaran orang dan itu bisa berdampak positif meningkatkan kunjungan wisatawan ke Badui, baik domestik maupun mancanegara.
Dengan demikian pihaknya tinggal membantu menginformasikan dan mengedukasi para pegiat wisata budaya.
Disbudpar Lebak justru mendukung kawasan permukiman Badui steril sinyal Internet demi kelestarian budaya warisan leluhur.
Sejumlah pengunjung Badui pun mengaku mendukung usulan tersebut demi kebaikan warga dan pelestarian budaya Badui.
"Jika sinyal Internet dihilangkan, dipastikan kawasan permukiman Badui malah menjadi unik," kata Samun, pengunjung dari Serang, Banten.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno telah menindaklanjuti usulan tokoh masyarakat adat Suku Badui.
Masyarakat Indonesia pada umumnya menghormati usulan peniadaan Internet di kawasan permukiman Tanah Hak Ulayat Badui dengan bijak.
Sandiaga mengakui Kemenparekraf memang mengembangkan kawasan desa wisata di Kabupaten Lebak, Banten, tetapi desa wisata tersebut berada di luar permukiman Suku Badui inti atau Suku Badui Dalam.
Yang dikembangkan itu desa wisata di luar Badui inti. "Jadi desa wisata Saba Badui itu di luar," katan Sandiaga.
Permintaan khusus tetua adat Badui untuk memutus jaringan Internet tetap harus disikapi bijaksana dan rasa hormat.
Betapa pun, tetua adat memiliki kearifan lokal yang patut didengar demi menjaga nilai-nilai sosial, adat, dan budaya Badui.