Serang (Antara News) - Pemerintah Provinsi Banten mengakui masih perlu peningkatan sinergitas antara pusat dan daerah dalam upaya akselerasi pembangunan khusunya di Provinsi Banten.
Asisten Daerah Bidang Pemerintahan (Asda I) Pemprov Banten Anwar Mas'ud di Serang, Kamis, mengatakan sinergitas pemerintah pusat dan daerah, khususnya di Provinsi Banten masih harus lebih ditingkatkan.
Ia menyoal beberapa hal yang sampai saat ini belum ada upaya penyelesaiannya seperti keberadaan Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang wilayahnya masuk Provinsi Banten, namun administratif dan lainnya masuk ke DKI Jakarta, begitu juga dengan pajak kendaraan bermotor yang bernomor polisi (berplat) B di Tangerang yang merupakan wilayah Provinsi Banten.
"Tentunya sinergitas ini kami upayakan terus ditingkatkan, dalam upaya mempercepat pembangunan yang tengah dijalankan," kata Anwar Mas'ud.
Anwar juga menyampaikan soal kendala dalam pembangunan di Provinsi Banten, karena infrstruktur masih terbatas dan adanya ketimpangan antara utara dengan selatan di Banten. Namun demikian, pemerintah daerah terus berupaya memberikan pelayanan dasar bagi masyarakat.
"Saat ini di Selatan sudah ada pabrik semen, kemudian Waduk Karian dan Sindangheula mulai dibangun, Tol Serang-Panimbang juga tak lama lagi sudah mulai pembebasan lahan. Mudah-mudahan infrastruktur dasar ini bisa menggenjot sektor lain," kata Anwar Mas'ud dalam dialog publik bertajuk "Sinergitas Pusat-Daerah Dalam Membangun Banten yang Berkemajuan dan Berwawasan Kenusantaraan" di Auditorium Lt. III Untirta Serang.
Dengan pembangunan infrastruktur yang sedang dilaksanakan, diharapkan bisa diformulasikan bagaimana sinergitas pusat dengan daerah, sehingga dapat melaksanakan pembangunan lebih baik.
Sementara, Anggota DPD RI Syadeli Karim tak menampik kerap kali persoalan koordinasi menjadi kendala selama ini.
"Jangankan pusat dengan provinsi, antara provinsi dengan kabupaten/kota juga sukar," katanya.
Menurutnya, maju tidaknya Banten ke depan indikatornya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi di Banten dan pembangunannya. Namun melihat realitas saat ini di Banten, Indeks Pembangunan Manusi (IPM) dibawah 1 persen, kemudian pengangguran 5,5 persen dan kemiskinan juga bertumbuh.
Ia mengusulkan kepada pemerintah daerah agar mengumpulkan seluruh anggota legislatif asal Banten yang duduk di tingkat pusat dalam suatu forum yang membahas berbagai persoalan Banten dan bagaimana solusinya."Ini semata-mata untuk membangun Banten," katanya.
Sementara narasumber lainnya Anggota Kadin Banten, A¿eng Haerudin mengatakan, ke depan perlu adanya peningkatan SDM entrepreneur di Banten dengan difasilitasi pemerintah. Upaya tersebut perlu dilakukan dalam upaya memberikan penguatan serta proteksi untuk menghadapi persaingan atau upaya menigkatkan daya saing daerah.
"Saya sedikit miris, Kadin wadahnya para pengusaha, tetapi orang-orang Banten ini kebanyakan bukan pelaku pedagang dan industriawan. Kalau pemerintah peduli, kami harapkan adanya pendidikan 'entrepreneur' yang difasilitasi pemerintah." kata Aeng.
Sedangkan pengamat politik ekonomi Ichsanuddin Noorsy yang juga pembicara dalam dialog publik tersebut menyoroti realisasi anggaran Provinsi Banten tahun 2015 pada semester pertama yang hanya mencapai 30 persen. Realisasi anggaran ini jauh lebih buruk dari pemerintah pusat yang mencapai 56 persen.
"Dalam ekonomi makro, melihat angka seperti ini pasti yang ada di kepala yaitu soal pengangguran, kemiskinan, ketimpangan. Angka ini artinya mengarah pada ketidakberesan. Pertama dampaknya pada perencanaannya, pada pelaksanaan, dan keempat pengawasannya," kata Ichsanuddin.
APBD Banten yang dicapnya tak berkualitas sangat berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi di Banten. Artinya, pertumbuhan ekonomi di Banten juga tidak berkualitas.
Menurutnya, satu wilayah yang potensinya luar biasa tetapi kemudian tingkat pengangguran tinggi, hal tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi Banten tidak berkualitas. Dalam ekonomi, pertumbuhan tidak berkualitas adalah pertumbuhan yang tidak mampu membuka lapangan kerja, pertumbuhan yang tidak mampu mengatasi kemiskinan.