Lebak, Banten (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak menolak segala bentuk apapun dari agama manapun terhadap tindakan terorisme dan radikalisme.
"Semua agama manapun menyampaikan kebaikan dan kedamaian juga tidak mengajarkan kekerasan," kata Wakil Ketua MUI KH Aom Muhtadi saat dialog kebangsaan untuk mempersempit ruang gerak ekstrimisme,terorisme dan paham radikalisme di Lebak, Kamis.
Dalam dialog kebangsaan itu dihadiri organisasi kemasyarakatan (Ormas), organisasi kepemudaan (OKP), pengelola pondok pesantren, perwakilan dari semua agama, Kementerian Agama dan instansi pemerintah daerah.
Menurut KH Aom bahwa tindakan terorisme dan radikalisme tentu dilarang oleh negara dan ajaran Islampun mengharamkan.
Perbuatan mereka menimbulkan kerusakan hingga mengakibatkan korban jiwa maupun luka-luka akibat kekerasan itu.
Selain itu juga tindakan terorisme dan radikalisme juga menjadi ancaman negara.
Semua agama itu tidak mengajarkan dengan cara kekerasan, bahkan berbicara lisanpun tidak boleh berbuat buruk sangka kepada orang lain.
"Kita tidak boleh melakukan tindakan kekerasan, apalagi sampai membunuh orang tak berdosa," katanya.
Dalam dialog kebangsaan itu Kepala Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Lebak Sukanta mengatakan masyarakat harus menjaga konsensus empat pilar kebangsaan yakni ideologi Pancasila, Kebhinekaan Tunggal Ika, Undang- Undang Dasar 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pilar kebangsaan itu harga mati dan tidak bisa ditolak oleh kelompok siapapun maupun golongan dan suku hingga agama manapun.
Sebab, empat pilar kebangsaan itu dibangun berdasarkan kesepakatan para pejuang, para ulama, tokoh pemuka agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha untuk mendirikan bangsa.
Artinya, kata dia, konsensus empat pilar kebangsaan itu harus dijaga bersama dan diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Jika kita menolak dan tidak menerima empat pilar konsensus kebangsaan itu maka masuk penghianat negara," kata Sukanta.
Sedangkan pendapat Satgas Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri Ipda Hari Mulyono mengatakan masyarakat harus mewaspadai terhadap kelompok terorisme, karena di Banten masih ada beberapa jaringan teror yang masih aktif dan masif, meskipun dibawah tangan.
Mereka jaringan teror itu mencari masyarakat awan untuk banyak melakukan sedekah, dimana di Kabupaten Lebak tahun 2014 dokter Syarief kerapkali bersedekah untuk kelompok teror.
Dana sedekah itu digunakan untuk membeli senjata dan membantu kelompoknya di Suriah.
Padahal, dokter Syarief itu seperti masyarakat biasa, namun direkrut oleh kelompok jaringan teror hingga akhirnya ditangkap Densus 88.
Namun, setelah keluar dari penjara, semakin menjadi dan mereka bersama keluarga pergi ke Suriah dan hingga sekarang belum diketahui nasibnya.
Karena itu, Devisi Pencegahan Teror Densus memberikan edukasi dan wawasan kepada masyarakat agar jangan sampai masuk jaringan teror.
Saat ini, kata dia, di Banten masih ada beberapa jaringan teror yang masif, seperti Jaringan Islam (JI) yang hingga kini masih perekrutan dan kelompoknya luar biasa.
Selain itu juga jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS.
Dengan demikian, pemahaman jaringan terorisme itu bisa disebar melalui media sosial, karena salah satunya warga Kabupaten Lebak masuk jaringan terorisme dan kini sudah keluar penjara serta kembali menerima NKRI.
Rekrutmen terorisme itu pertama dicuci otak dan diberi doktrin-doktrin hadist maupun ayat-ayat Alquran yang terpotong-potong dan tidak utuh.
Pemahaman doktrin itu nantinya mereka bersikap perilaku intoleran dan radikalisme, sehingga tidak menghormati terhadap bendera merah putih dan menolak menyanyi kebangsaan serta menolak budaya.
Mereka itu juga memiliki sikap eklusif dan tidak mau bercampur dengan masyarakat dan jika di kampung setiap malam Jumat membaca yasinan, namun mereka tidak mau bergabung dengan warga setempat.
"Kita minta masyarakat tetap waspada terhadap jaringan teror itu," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi Penanggulangan Ekstrimisme,Terorisme dan Bencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak Abdurrhosyid Ashshidiq mengatakan pendirian Organisasi Kemasyarakatan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memperjuangkan untuk kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 dari tangan penjajahan.
Saat itu, kata dia, belum ada TNI dan Polri, tetapi kaum sarungan Ormas NU dan Muhammadiyah berjuang untuk memerdekakan Indonesia.
Ormas NU yang lahir tahun 1926 dengan semangat membela dan berjuang untuk kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kemerdekaan itu, kata dia, sudah terpenuhi unsur terbentuknya negara yakni ada empat pilar antara lain adanya wilayah, rakyat, pemerintah dan pengakuan dari negara lain.
Perjuangan kaum sarungan atau santri itu, namun kini pemerintah memberikan penghargaan dengan adanya Hari Santri.
Bahkan, pemerintah mengakui pendidikan lembaga pesantren para santri bisa melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi
"Santri bagian garda terdepan untuk bangsa ini dan menolak terorisme serta radikalisme," katanya
MUI Lebak tolak segala bentuk apapun terorisme
Kamis, 15 Desember 2022 14:35 WIB
Semua agama manapun menyampaikan kebaikan dan kedamaian