Durian dinilai bisa menjadi komoditas unggulan yang mampu meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat adat dan petani Badui di Lebak, Banten, yang dalam sepekan terakhir sedang memasuki musim panen.
"Biasanya, musim panen durian itu berlangsung selama tiga bulan kedepan (September-November)," kata tokoh masyarakat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Kabupaten Lebak Jaro Saija di Lebak, Minggu.
Baca juga: Akhir pekan, Wisatawan padati kawasan pemukiman Badui
Baca juga: Akhir pekan, Wisatawan padati kawasan pemukiman Badui
Para petani Badui mengembangkan pertanian durian di bukit-bukit di kawasan pegunungan Kendeng, karena lahannya subur. Keunggulan durian Badui masuk kategori organik, buahnya berwarna kuning, besar, beraroma, dan manis.
Selama ini, pertanian durian menjadikan andalan ekonomi tahunan masyarakat Badui mulai petani, pemanjat pohon, buruh panggul, tengkulak, pedagang pengecer, hingga sopir kendaraan.
Karena itu, petani Badui, selain menanam palawija, pisang, padi huma, sayuran, dan tanaman obat-obatan juga menanam durian.
"Jadi, pertanian Badui ada yang menjadi pendapatan ekonomi bulanan, tiga bulanan, hingga tahunan," kata Jaro.
Menurut dia, saat ini, kawasan pemukiman Badui ramai dipadati wisatawan untuk menikmati buah durian Badui.
Wisatawan lebih banyak yang memilih untuk menikmati buah durian langsung ke pemukiman Badui yang juga harganya relatif murah dan terjangkau.
Saat ini, kata dia, harga buah durian di pemukiman Badui mulai Rp25 ribu sampai Rp150 ribu/buah.
Bahkan, banyak wisatawan secara berombongan menikmati buah durian hingga Rp5 juta.
"Kami sangat terbantu jika musim buah durian itu," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan, sebagian besar petani Badui memiliki kebun durian untuk membantu ekonomi keluarga mereka.
Pertanian durian mulai dipanen dari usia tujuh tahun dan satu pohon diperkirakan antara 200 sampai 300 buah.
Selain itu juga perawatan durian tidak begitu tinggi dan tidak perlu menggunakan pupuk.
Dengan demikian, hingga kini pertanian durian di pemukiman Badui membawa berkah bagi masyarakat Badui.
"Dari hasil durian itu maka kehidupan masyarakat Badui lebih sejahtera jika musim durian tiba," katanya.
Arman (60) petani Badui mengatakan hasil panen duriannya dijual ke pengumpul dan dijual untuk wisatawan yang mengunjungi pemukiman Badui.
Selain itu juga buah durian Badui diangkut kendaraan melalui Terminal Ciboleger untuk dipasok ke Rangkasbitung dan daerah lain.
Panen durian tahun ini hasilnya cukup bagus dan buahnya cukup banyak ketimbang tahun lalu.
"Kami panen durian dapat membantu pendapatan ekonomi keluarga dan bisa menjual hingga Rp45 juta," ujarnya.
Petani Badui lain, Pulung (55) mengaku kebun durian miliknya bisa panen hingga November 2022 dan dipastikan ditampung tengkulak.
Para tengkulak biasa memasarkannya ke Rangkasbitung, Tangerang, dan Jakarta.
"Kami menjual durian lebih baik dengan sistem borongan karena tidak mengeluarkan biaya angkutan lagi," katanya.
Sementara itu, Melki (45) warga Kerawang, Jawa Barat mengatakan dirinya membeli durian Badui langsung ke pemukiman Badui, karena kualitasnya terjaga juga langsung melihat dari pohonnya.
"Kami membeli durian Badui sebesar Rp1 juta untuk dibawa ke Kerawang untuk dimakan bersama keluarga," katanya.