Pandeglang, (ANTARA News) - Warga dari Kecamatan Cibaling dan Cigeulis meminta Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, untuk mencabut perizinan dua investor perkebunan yakni PT Hutan Pertiwi dan PT Bekasi Metropolitan.
"Kami minta agar pemerintah mencabut semua bentuk perizinan yang telah diberikan pada kedua perusahaan itu karena cacat hukum," kata Rohmat Insani, warga Kecamatan Cibaliung di Pandeglang, Senin.
Masyarakat juga mendesak agar lahan yang kini masih dikuasai oleh kedua perusahaan itu diserahkan pada masyarakat yang telah lama menggarap lahan karena telah diterlantarkan oleh pihak investor.
Menurut dia, sengketa lahan antara investor dengan masyarakat itu sebenarnya telah lama terjadi, dan berawal dari dikeluarkannya izin prinsip pembebasan lahan bagi kedua perusahaan itu dari Gubernur Jawa Barat pada 8 Mei 1990. Waktu itu Banten masih bagian dari Jawa Barat
Kedua perusahaan perkebunan itu mendapat izin untuk pembebasan lahan seluas 3.050 hektare (ha) yang tersebar di sembilan desa pada dua kecamatan tersebut.
Saat sosialisasi dan pembebasan, perusahaan mengaku lahan tersebut akan ditanami murbai, dan masyarakat mendukungnya meski ganti rugi sangat tidak relevan, bahkan ada yang hanya Rp20 ribu per ha.
"Setelah pembebasan, pihak perusahaan tidak pernah menanami murbai, dan pada 1995, tiba-tiba lahan itu ditanami pohan jati oleh PT Perhutani," katanya.
PT Perhutani, kata dia, mengaku mendapatkan lahan itu dari PT Hutan Pertiwi Lestari dan PT Bekasi Metropolitan melalui tukar guling dengan tanahnya yang berlokasi di Kabupaten Karawang.
Masyarakat, kata dia, merasa dibohongi oleh pihak perusahaan sehingga pada mereka pun marah dan membabat habis pohon jati yang telah ditanam oleh PT Perhutani.
"Sejak saat ini, lahan tersebut digarap oleh masyarakat dan kini mereka minta agar pemerintah mencabut izin dari PT Hatan Pertiwi Lestari dan PT Bekasi Metropolitan serta menyerahkan lahan itu pada warga," katanya.
Ia juga menjelaskan, sembilan kepala desa pun telah sepakat untuk memperjuangkan agar pemerintah mencabut izin kedua perusahaan itu dan berupaya agar lahan diserahkan pada masyarakat.
Kesembilan kepala desa itu, yakni Kepala Desa (Kades) Cibaliung Hudjaemi, Kades Malangnengah Nurdin, Kades Kutabarang Atma, Kades Cikiruh Soleh Sudiana, Kades Curug Amsin S Putera, Kades Sindangkerta Suherman, Kades Kiara Jangkung Dedi, Kades Sorongan Bahi dan Kades Sudimanik M Toha.
Kades Sudimanik M Toha dikonfirmasi secara terpisah membenarkan adanya masalah sengketa lahan itu, dan mengharapkan agar pemerintah mencabut semua perizinan investor tersebut serta menyerahkan garapan lahan pada masyarakat.
Di Desa Sudimanik, lahan yang dipersengketakan tersebut seluas 215 ha dan kini digarap warga setempat dengan ditanami berbagai macam tanaman seperti palawija dan padi gogo.
Kades Cikiruh Soleh Sudiana juga membenarkan adanya masalah tersebut, dan para Kades dari sembilan desa tersebut telah sepakat untuk memperjuangkan kepemilikan lahan bagi masyarakat.
"Kita, para Kades dari sembilan desa telah bertemu pada pertengahan April 2010 dan sepakat memperjuangkan kepemilikan lahan itu untuk masyarakat," katanya.(*)