Sejumlah perajin kain tenun Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten beberapa bulan terakhir merasa kewalahan melayani permintaan pasar relatif meningkat.
 
"Kami biasanya permintaan itu tiga potong, namun kini menjadi tujuh potong per pekan kain," kata Ambu Absah (65) seorang perajin kain tenun tradisional masyarakat Badui di kediamannya di Kampung Kadu Ketug Kabupaten Lebak, Jumat.
 
Selama ini, permintaan kain tenun cenderung meningkat sehingga perajin Badui merasa kewalahan untuk melayani pasar.
 
Bahkan, dirinya memproduksi kain tenun itu dibantu anak perempuan untuk mengerjakan tujuh potong per pekan guna melayani permintaan pasar.

Baca juga: Di pameran Seba Badui, kain tenun Badui laku keras
 
Sebab, produksi kain tenun itu dikerjakan secara tradisional dengan peralatan sederhana yang menggunakan bambu dan papan dan diikat tali untuk merajut benang hingga merampungkan satu potong kain selama tiga hari berukuran 2x1 meter persegi.
 
"Kami menjual kain tenun itu sudah ada yang menampung dan memenuhi permintaan tujuh potong satu pekan dengan omzet pendapatan sekitar Rp2,5 juta dari sebelumnya Rp1 juta," katanya menjelaskan.
 
Menurut dia, kebanyakan permintaan pasar itu para perancang busana dari Jakarta dan Bandung untuk dijadikan stelan pakaian.
 
Selain itu juga ada pemilik butik dan wisatawan yang berkunjung ke kawasan pemukiman Badui.
 
Meningkatnya permintaan pasar tersebut tentu para perajin kain tenun Badui tumbuh dan berkembang dibandingkan saat pandemi COVID -19.
 
"Kami bersyukur dengan keuletan dan kesabaran kini kain tenun Badui diminati pelaku usaha dan masyarakat," kata Ambu Absah sambil menyatakan dirinya menggeluti usaha produksi kain tenun sejak usia 15 tahun.

Baca juga: Pelaku UMKM dompet tenun Badui kewalahan layani pelanggan
 
Begitu juga Anita (25) seorang perajin mengatakan pihaknya selama ini permintaan kain tenun Badui banyak diminati pelaku usaha, seperti desainer fashion, pemilik butik, pedagang dan masyarakat.
 
Meningkatnya permintaan pasar dipastikan dapat menggulirkan perputaran uang di kawasan masyarakat Badui.
 
Para perajin kain tenun yang dilakukan kaum perempuan saat ini kewalahan melayani permintaan pasar cenderung meningkat.
 
"Kami meyakini meningkatnya permintaan kain tenun Badui secara langsung bisa meningkatkan ekonomi masyarakat setempat,"katanya menjelaskan.

Baca juga: Petani Badui Lebak mulai panen buah keranji
 
Ia mengatakan, harga kain tenun Badui beraneka motif dari bahan katun berkisar antara Rp250 ribu hingga Rp400 ribu, seperti jenis poleng hideung, poleng paul, mursadam, pepetikan, kacang herang, maghrib, capit hurang, susuatan, suat songket dan smata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka).
 
Begitu juga motif adu mancung, serta motif aros yang terdiri dari aros awi gede, kembang saka, kembang cikur, dan aros anggeus.
 
Namun, kain tenun Badui untuk jenis Janggawari lebih mahal hingga menembus Rp1,5 juta dengan ukuran panjang 2 meter dan lebar 1 meter.
 
"Kami akhir-akhir ini tentu mendapatkan omzet relatif lumayan karena permintaan pasar meningkat itu,"kata Anita sambil merahasiakan keuntungan.
 
Sementara itu, Kepala Bidang Produksi UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Juli Zakiah mengatakan saat ini perajin kain tenun Badui banyak diminati para pelaku usaha karena memiliki keunikan dan dan motif yang berbeda dengan kain tenun tradisional lainnya di tanah air.
 
Saat ini, jumlah perajin kain tenun Badui sekitar 2.000 unit usaha yang berkembang di kawasan pemukiman masyarakat Badui.
 
"Kami setiap tahun melakukan pembinaan terhadap perajin kain tenun Badui juga mempromosikan pemasaran melalui media sosial dan pameran,"katanya menjelaskan.

Baca juga: Perhelatan Seba Badui sukses, PLN Banten pasok listrik andal
 

Pewarta: Mansyur suryana

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024