Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Lebak, Banten menyosialisasikan tentang tenaga migran untuk mencegah warga setempat menjadi korban tindak pidana perdagangan orang ( TPPO).
"Kami minta masyarakat jika hendak bekerja sebagai tenaga migran harus menempuh prosedural yang resmi agar tidak menjadi korban kejahatan TPPO," kata Kepala Bidang Penempatan Perluasan dan Pelatihan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lebak Deni Triasih di Rangkasbitung, Selasa (14/5).
Selama ini, para pekerja migran yang menjadi korban kejahatan TPPO karena mereka tidak menempuh prosedural yang resmi.
Baca juga: Pemkab Lebak ajak warga hindari pemborosan bahan pangan
Baca juga: Pemkab Lebak ajak warga hindari pemborosan bahan pangan
Mereka memilih perusahaan yang tidak memiliki izin atau ilegal yang biasanya melalui calo, sehingga pemerintah kesulitan untuk melakukan pengawasan dan perlindungan.
Oleh karena itu, pihaknya minta masyarakat yang hendak bekerja ke luar negeri melalui perusahaan yang terdaftar di Disnaker setempat.
Saat ini, agar beberapa perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI ) yang resmi dan terdaftar.
"Kami sampai April 2024 merekomendasikan keberangkatan tenaga migran sebanyak 44 warga Lebak," katanya.
Ia mengatakan dari 44 warga Kabupaten Lebak yang sudah diberangkatkan bekerja di luar negeri itu, tersebar di Arab Saudi, Hong Kong, Brunei, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan Singapura.
Baca juga: Disnaker Lebak berangkatkan ratusan tenaga kerja migran ke 12 negara
Baca juga: Disnaker Lebak berangkatkan ratusan tenaga kerja migran ke 12 negara
Para pekerja migran itu bekerja di bidang perbengkelan, perawat, asisten rumah tangga (ART), dan pelayan toko.
Para TKI itu juga kontrak perjanjian kerja dengan perusahaan bersangkutan mencakup persetujuan gaji hingga penerimaan hak-hak lainnya, termasuk tunjangan dan asuransi.
Apabila terjadi kekerasan fisik hingga pengabaian kontrak tersebut, maka pemerintah daerah siap melindungi warganya dengan membuat pengaduan.
Pengaduan itu nantinya disampaikan kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
"Kami tetap melakukan pemantauan pada tenaga kerja migran itu melalui grup WhatsApp untuk melindungi mereka," katanya.
Baca juga: 491 pekerja migran Indonesia diberangkatkan ke Korea Selatan
Baca juga: 491 pekerja migran Indonesia diberangkatkan ke Korea Selatan
Pihaknya terus mengoptimalkan sosialisasi tenaga kerja migran agar tidak ada warga Kabupaten Lebak menjadi korban kejahatan TPPO.
Dirinya sejak sepekan terakhir melakukan sosialisasi dan edukasi di Kecamatan Bojongmanik dan Cijaku terkait dengan masalah tersebut, di mana di dua kecamatan itu warga setempat masuk kategori tertinggi sebagai tenaga kerja migran.
Kegiatan sosialisasi tenaga kerja migran itu juga dihadiri aparatur kecamatan, desa, dan masyarakat.
"Kami mengapresiasi selama ini tidak ada warga Lebak yang bekerja di luar negeri menjadi korban TPPO," kata Deni.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lebak Abdul Rohim mengatakan pihaknya hingga kini tidak menerima laporan adanya kasus TPPO.
Sejumlah bentuk TPPO, di antaranya penculikan anak, pengiriman tenaga buruh migran, pekerja paksa, adopsi anak, pengambilan organ tubuh, dan eksploitasi seksual.
Sejumlah bentuk TPPO, di antaranya penculikan anak, pengiriman tenaga buruh migran, pekerja paksa, adopsi anak, pengambilan organ tubuh, dan eksploitasi seksual.
Ia mengatakan pelaku TPPO bisa dikenakan ancaman hukuman hingga 15 tahun dan denda Rp600 juta sesuai Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Pasal 2 Ayat (1) tentang Perdagangan Orang.
"Kami minta jangan sampai kasus TPPO itu dialami warga Lebak," katanya.
Baca juga: Disnaker sebut minat warga Tangerang jadi TKI masih tinggi
Baca juga: Disnaker sebut minat warga Tangerang jadi TKI masih tinggi