Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Lebak menyatakan pihaknya telah memperketat masuknya pekerja migran ke kabupaten setempat guna mencegah adanya Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO) pekerja migran di daerah itu.
"Kami beberapa tahun terakhir ini juga belum menemukan pengaduan pelaporan TPPO pekerja migran," kata seorang petugas pendataan tenaga kerja pada Disnaker Kabupaten Lebak, Andri, di Lebak, Senin.
Baca juga: Wisata alam di kawasan Badui Lebak dipadati pengunjung
Hal itu, mengingat upaya Pemkab Lebak dengan memperketat masuknya para tenaga kerja migran di daerah itu melalui pendaftaran pekerja dan perusahaan jasa tenaga kerja yang ada guna mencegah korban kejahatan dan TPPO.
Selain itu juga perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia wajib terdaftar pada Disnaker setempat.
Selama ini, kata dia,banyak tenaga kerja asal Kabupaten Lebak bekerja ke luar negeri berangkat dari daerah lain dan tidak terdaftar pada Disnaker setempat, sehingga menyulitkan jika menjadi korban kejahatan maupun TPPO.
Dengan demikian, para TKI asal Kabupaten Lebak jika bekerja ke luar negeri harus terdaftar di pemerintah daerah juga pemberangkatan melalui perusahaan legal.
"Kami mudah melakukan pemantauan para tenaga migran asal Lebak bila terdaftar juga berangkat melalui perusahaan resmi, sehingga tidak menjadi korban kejahatan dan TPPO," katanya.
Andri mengatakan, pihaknya menerima 42 warga Kabupaten Lebak yang sudah diberangkatkan bekerja ke luar negeri itu tersebar ke Arab Saudi, Hongkong, Brunei, Taiwan, Korea Selatan, Jepang dan Singapura.
Para pekerja migran itu bekerja di bidang perbengkelan, perawat, asisten rumah tangga (AST) dan pelayan toko. Para TKI itu juga kontrak perjanjian kerja dengan perusahaan bersangkutan mencakup persetujuan gaji hingga penerimaan hak-hak lainnya, termasuk tunjangan dan asuransi.
Apabila terjadi kekerasan fisik hingga pengabaian kontrak tersebut, maka pemerintah daerah siap melindungi warganya dengan membuat pengaduan. Pengaduan itu nantinya disampaikan kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Namun, lanjut dia,hingga saat ini pekerja asal Lebak baik di sektor formal maupun non-formal belum melakukan pengaduan terkait pelanggaran hak pekerja. "Hingga kini kami tetap menjalin hubungan dengan pekerja asal Lebak yang ada di luar negeri melalui Group Whatsapp pekerja migran untuk perlindungan," katanya.
Sementara itu, Yunita (23) warga Lebak yang menjadi tenaga kerja di luar negeri mengaku betah bekerja di salah satu rumah sakit di Jepang, karena hak-haknya terpenuhi sesuai dengan kontrak kerja.
"Kami berangkat awal Maret Februari 2023 sudah mengirim uang gaji ke orangtua di Lebak," katanya menjelaskan.
"Kami beberapa tahun terakhir ini juga belum menemukan pengaduan pelaporan TPPO pekerja migran," kata seorang petugas pendataan tenaga kerja pada Disnaker Kabupaten Lebak, Andri, di Lebak, Senin.
Baca juga: Wisata alam di kawasan Badui Lebak dipadati pengunjung
Hal itu, mengingat upaya Pemkab Lebak dengan memperketat masuknya para tenaga kerja migran di daerah itu melalui pendaftaran pekerja dan perusahaan jasa tenaga kerja yang ada guna mencegah korban kejahatan dan TPPO.
Selain itu juga perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia wajib terdaftar pada Disnaker setempat.
Selama ini, kata dia,banyak tenaga kerja asal Kabupaten Lebak bekerja ke luar negeri berangkat dari daerah lain dan tidak terdaftar pada Disnaker setempat, sehingga menyulitkan jika menjadi korban kejahatan maupun TPPO.
Dengan demikian, para TKI asal Kabupaten Lebak jika bekerja ke luar negeri harus terdaftar di pemerintah daerah juga pemberangkatan melalui perusahaan legal.
"Kami mudah melakukan pemantauan para tenaga migran asal Lebak bila terdaftar juga berangkat melalui perusahaan resmi, sehingga tidak menjadi korban kejahatan dan TPPO," katanya.
Andri mengatakan, pihaknya menerima 42 warga Kabupaten Lebak yang sudah diberangkatkan bekerja ke luar negeri itu tersebar ke Arab Saudi, Hongkong, Brunei, Taiwan, Korea Selatan, Jepang dan Singapura.
Para pekerja migran itu bekerja di bidang perbengkelan, perawat, asisten rumah tangga (AST) dan pelayan toko. Para TKI itu juga kontrak perjanjian kerja dengan perusahaan bersangkutan mencakup persetujuan gaji hingga penerimaan hak-hak lainnya, termasuk tunjangan dan asuransi.
Apabila terjadi kekerasan fisik hingga pengabaian kontrak tersebut, maka pemerintah daerah siap melindungi warganya dengan membuat pengaduan. Pengaduan itu nantinya disampaikan kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Namun, lanjut dia,hingga saat ini pekerja asal Lebak baik di sektor formal maupun non-formal belum melakukan pengaduan terkait pelanggaran hak pekerja. "Hingga kini kami tetap menjalin hubungan dengan pekerja asal Lebak yang ada di luar negeri melalui Group Whatsapp pekerja migran untuk perlindungan," katanya.
Sementara itu, Yunita (23) warga Lebak yang menjadi tenaga kerja di luar negeri mengaku betah bekerja di salah satu rumah sakit di Jepang, karena hak-haknya terpenuhi sesuai dengan kontrak kerja.
"Kami berangkat awal Maret Februari 2023 sudah mengirim uang gaji ke orangtua di Lebak," katanya menjelaskan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Disnaker Lebak perketat pekerja migran cegah TPPO