Tangerang (ANTARABanten) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan, Banten, sedang mengumpulkan data dan dokumen aset lahan, terkait sengketa tanah Komplek Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah eks Yayasan Pembangunan Madrasah Islam Ikhsan (YPMII).
"Kami masih terus menyelidiki kelengkapan dokumen lahan rumah komplek UIN eks YPII yang saat ini ditempati para mantan guru dan dosen," kata Wakil Ketua DPRD Kota Tangsel Ruhamaben di Tangerang, Jumat.
Sengketa lahan tersebut, berawal dari aduan mantan guru besar, dosen hingga pegawai UIN ke DPRD Tangsel karena rumah dinas yang dihuninya sejak puluhan tahun bakal digusur.
Dari 171 rumah yang ada, sekitar 41 unit dihuni oleh pegawai aktif atau masih mengajar di Kampus UIN.
Dikatakan Ruhamaben, setelah pertemuan dengan rektorat UIN pad hari kamis (17/11), DPRD sudah mendapatkan dokumen lahan dari pihak UIN.
"Namun kami masih menyelidiki kelengkapan dokumen lahan Rumah Komplek UIN eks YPII yang kini ditempati para mantan guru besar dan dosen UIN," katanya.
Dalam dokumen yang diterimanya itu, kata dia, lahan yang diklaim milik Kementrian Agama dan dilimpahkan ke UIN Syarif Hidayatullah, tidak sesuai.
Karena, lanjut dia, saat ini lahan UIN berkurang. Dalam dokumen tersebut tertulis 42 hektare, namun pada kenyataannya hanya ada 22 hektar. Hingga sekarang DPRD masih mencari tahu tentang sisa lahan 20 hektar tersebut.
"Seharusnya 42 hektar aset yang dikelola UIN dari Kemenag. Sedangkan 20 hektare lagi belum diketahui, apakah termasuk komplek rumah dinas atau tidak," katanya.
Kata Ruhamaben, penghuni menginginkan rumah tersebut sebagai rumah dinas. Namun, pihak UIN tidak dapat mengabulkannya.
"Pasalnya, komplek tersebut akan dipergunakan untuk perluasan kampus. Hal ini yang menjadi permasalahan," katanya.
Ruhamaben juga menuturkan, bila penghuni rumah tersebut meminta uang kerohiman Rp50 juta sebagai ganti apabila nantinya pindah, namun permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh pihak UIN lantaran ditolak oleh Kementrian Keuangan.
"Pihak UIN tidak bisa memenuhi karena lahan tersebut merupakan miliki negara. Sehingga, tidak bisa dibayarkan," katanya.
Sebelumnya, dalam surat yang diterima warga, dijelaskan bila penghuni diminta mengosongkan rumah yang sudah ditempati puluhan tahun paling lambat 31 Desember 2012.
Lahan tersebut nantinya oleh pihak rektorat akan dibangun teaching hospital, auditorium, masjid dan fasilitas lainnya.
Perintah pengosongan kompleks berdasar surat edaran dari Kemenang RI tanggal 5 Agustus 2011 soal pemanfaatan aset tetap yang dinilai belum tepat penggunaan.
Atas surat tersebut dikeluarkanlah surat edaran yang dikirimkan ke masing-masing warga bernomor UIN.01/R/KS.03.2/513/2011 tertanggal 17 Oktober, yang menjelaskan paling lambat 12 Desember 2012, rumah harus dikosongkan.
Warga pun juga menerima undangan dari rektorat UIN bernomor UIN.01/0T.01.7/537/2011 tertanggal 20 Oktober 2011 terkait rencana diskusi soal evakuasi pengosongan rumah.