Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk membangun infrastruktur digital guna menopang implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0 yang bertujuan meningkatkan daya saing industri nasional di kancah global.
“Salah satu visi Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk jajaran 10 ekonomi terbesar di tahun 2030,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Ingin periksa jenis kelamin bayi, seorang pria sayat perut istri
Menurut Menperin, penerapan program prioritas tersebut secara langsung bakal berdampak terhadap revitalisasi sektor manufaktur dan diharapkan mampu meningkatkan kontribusi ekspor netto hingga 10 persen dari PDB.
“Dengan adanya roadmap Making Indonesia 4.0 akan memberikan arah dan strategi yang jelas bagi pergerakan industri di Indonesia pada masa yang akan datang,” jelas Menperin.
Lebih lanjut, ia mengatakan pemanfaatan teknologi Industri 4.0 diyakini memberikan keuntungan bagi perusahaan, antara lain dapat menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12-15 persen.
“Oleh karena itu, guna mencapai target yang ditetapkan, infrastruktur digital perlu dikembangkan,” imbuh Menperin.
Adapun sejumlah teknologi digital yang menjadi kunci pembangunan sistem Industri 4.0, di antaranya Artificial Intelligence, Internet of Things (IoT), Cloud, Augmented Reality, Virtual Reality, Advanced Robotic dan 3D printing.
“Berdasarkan penelitian dari McKinsey & Company, pembangunan infrastruktur digital di Indonesia akan membawa peluang positif hingga 150 miliar dolar AS terhadap perekonomian global dunia pada tahun 2025,” kata Menperin.
Apalagi, potensi tersebut didukung karena Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna internet tertinggi di dunia. Merujuk data dari HootSuite, masyarakat Indonesia yang menggunakan koneksi internet di perangkat mobile seperti smartphone atau tablet mencapai 338,2 juta pengguna atau melebihi dari jumlah penduduk.
“Sebab, rata-rata orang Indonesia punya dua ponsel. Sedangkan, penetrasi internet mencapai 175,4 juta orang atau sekitar 64 persen total penduduk di Indonesia, dengan pengguna sosial media sebanyak 160 juta,” papar Menperin.
Di samping itu, pangsa pasar IoT di Indonesia diperkirakan berkembang pesat dan akan mencapai nilai Rp444 triliun pada tahun 2022. Nilai tersebut disumbang dari konten dan aplikasi sebesar Rp192,1 triliun, disusul platform Rp156,8 triliun, perangkat IoT Rp56 triliun, serta network dan gateway Rp39,1 triliun.
“Bisa dibayangkan perkembangan pesat ini merupakan kesempatan bagi kita semua,” tandasnya.
Bahkan, selesainya proyek infrastruktur telekomunikasi Palapa Ring pada tahun 2019 bisa menopang akses internet berkecepatan tinggi, yang diharapkan menjadi solusi bagi konektivitas di Indonesia.
“Dengan begitu, diyakini tidak akan ada permasalahan dalam konektivitas IoT, baik dengan konektivitas langsung (dari end device ke server atau cloud) atau dari gateway ke server atau cloud,” ungkap Menperin.
Sementara itu upaya mengajak sektor Industri Kecil Menengah (IKM) agar bisa melek digital, sejak tahun 2017 Kemenperin telah meluncurkan Program e-Smart IKM.
Langkah ini untuk memperkenalkan dan membiasakan pelaku IKM nasional dalam pemanfaatan e-commerce atau digital platform, supaya mereka bisa lebih fleksibel sekaligus memperluas penetrasi pasar dalam menjual produknya.
“Kemenperin juga mempunyai program Startup4Industry yang berjalan dengan baik. Secara ekonomis, pemanfaatan teknologi dari program bisa dirasakan oleh seluruh industri, baik IKM maupun industri besar,” sebut Menperin.
Ia menambahkan pada awal peluncuran Making Indonesia 4.0 pada tahun 2018, telah ditetapkan lima sektor prioritas, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronik. Namun, belakangan ini Kemenperin menambahkan dua sektor lagi, yaitu industri farmasi dan alat kesehatan. Sektor tersebut mengalami permintaan tinggi di masa pandemi COVID-19.
“Indonesia memperoleh lesson learned yang sangat berharga, yang kemudian diadopsi oleh Kemenperin menjadi kebijakan strategis. Kami menyadari bahwa Indonesia harus menjadi negara yang mandiri di sektor kesehatan, berarti mempunyai industri yang kuat di sektor alat kesehatan dan juga farmasi,” pungkas Menperin.