Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengangkat permasalahan pengungsi etnis Rohingya dalam Pertemuan Khusus Menteri Luar Negeri ASEAN dan Australia, terutama tentang 99 orang pengungsi yang masuk ke Indonesia pada 24 Juni lalu.
Dalam konferensi pers daring yang digelar usai pertemuan tersebut di Jakarta, Selasa, Retno menjelaskan pihak Indonesia telah menyampaikan informasi terkait para pengungsi yang kini berada di Aceh tersebut.
“Sebanyak 99 orang (pengungsi) tersebut terdiri dari 43 orang dewasa, yaitu 30 perempuan dan 13 laki-laki, dan 56 anak-anak di bawah 18 tahun yang terdiri dari 43 perempuan dan 13 laki-laki,” ungkap Menlu Retno.
Dalam pernyataannya pada ASEAN-Australia Foreign Minister Meeting, Menlu Retno juga menyampaikan bahwa Indonesia telah memutuskan untuk menerima para pengungsi secara sementara berdasarkan alasan kemanusiaan.
Keputusan tersebut telah diambil meskipun Indonesia sendiri tengah menghadapi situasi yang penuh tantangan, termasuk dengan adanya wabah penyakit infeksi virus corona jenis baru (COVID-19).
“Selain faktor kemanusiaan, Indonesia juga akan mendalami lebih jauh kemungkinan mereka sebagai korban penyelundupan dan perdagangan manusia,” kata Menlu Retno, yang juga menekankan agar negara-negara di kawasan terus mempererat kerjasama dalam melawan kejahatan lintas negara, termasuk perdagangan orang dan penyelundupan manusia.
Terkait hal itu, dia menekankan bahwa kerjasama antara ASEAN dengan Australia menjadi sangat penting dalam penanggulangan kejahatan lintas negara yang terorganisir.
Pemerintah Indonesia pun menyerukan prioritas utama untuk membawa kembali para pengungsi etnis Rohingya ke tempat asal mereka di Rakhine State, Myanmar, dengan cara yang aman, sukarela, dan bermartabat.
“Oleh karena itu, saya tekankan bahwa situasi kondusif di Rakhine State harus segera diciptakan, apabila tidak, maka penderitaan orang-orang Rohingya akan terus berlanjut,” katanya.
Sejumlah 99 pengungsi etnis Rohingya masuk ke Indonesia pada 24 Juni lalu dan kini berada di penampungan sementara di Aceh.
Menlu RI mengatakan bahwa mayoritas dari para pengungsi telah memiliki kartu dari Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), yang berarti mereka telah resmi berstatus pengungsi dan mendapatkan hak perlindungan internasional di bawah komisioner tinggi PBB tersebut.