Anggota DPRD Kabupaten Lebak Musa Weliansyah meminta pemerintah daerah (pemda) setempat menampung hasil panen gabah petani guna memenuhi ketersediaan pangan masyarakat.
"Kita harus memiliki regulasi untuk pengamanan ketersediaan pangan jika terjadi harga beras melambung tinggi dan membebani ekonomi masyarakat miskin," kata Politisi PPP Lebak di Rangkasbitung, Sabtu.
Kebijakan regulasi pemerintah daerah bisa menampung hasil panen petani untuk cadangan pangan masyarakat sehingga dapat mengendalikan stabilisasi harga beras di pasaran.
Selama ini, kata dia, pemerintah daerah belum memiliki regulasi khusus pengamanan pangan, karena penanganannya itu kewenangan Perum Bulog.
Bahkan, beberapa tahun terakhir ini Perum Bulog juga belum menyerap gabah hasil panen petani di Kabupaten Lebak.
Baca juga: Petani di Lebak senang usaha pertanian pangan menguntungkan
Baca juga: Petani di Lebak senang usaha pertanian pangan menguntungkan
Dengan demikian, saat ini juga terjadi lonjakan harga beras di pasaran dan sangat dirasakan oleh lapisan masyarakat.
Pemerintah daerah melalui gerakan pangan murah maupun operasi pasar murah yang untuk mengendalikan harga beras di pasaran belum memberikan dampak positif.
Artinya, kata dia, harga beras di pasaran masih tinggi dan untuk beras medium KW 1 saja dijual Rp14.900/kg dan KW 3 Rp13.500/kg dan beras premium Rp17.000/ kg.
Harga beras di pasaran itu tentu membebani ekonomi masyarakat miskin yang berpenghasilan rendah.
Oleh karena itu, pemerintah setempat baik Kabupaten Lebak maupun Provinsi Banten perlu menyerap gabah hasil panen petani.
Baca juga: Produksi beras di Lebak Januari-Februari capai 4.122 ton
Baca juga: Produksi beras di Lebak Januari-Februari capai 4.122 ton
Penyerapan gabah tersebut, selain dapat memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan petani dengan menampung harga patokan pemerintah (HPP).
Untuk HPP Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani Rp5.000/kilogram, GKP di tingkat penggilingan Rp5.100/kilogram, dan Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan Rp6.200/ kilogram.
Tujuan penyerapan gabah hasil petani itu nantinya bisa dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Dinas Ketahanan Pangan (Distapang) setempat untuk cadangan pangan masyarakat.
Apabila harga beras di pasaran tinggi akibat dampak bencana alam, seperti kemarau panjang maupun serangan penyakit hama tanaman yang menyebabkan terjadi kelangkaan pangan maka bisa menggunakan stok cadangan yang dikelola BUMD maupun Distapang setempat itu.
"Kami meyakini BUMD dan Distapang berperan penting untuk menstabilkan harga beras di pasaran sehingga bisa kembali normal dan tidak menimbulkan gejolak pangan," kata Musa yang kini terpilih anggota DPRD Provinsi Banten.
Baca juga: Harga beras medium pada tingkat pengecer di Lebak turun
Baca juga: Harga beras medium pada tingkat pengecer di Lebak turun
Ketua Kelompok Tani Sukabungah Kabupaten Lebak Ruhiana mengaku pihaknya setuju pemerintah daerah perlu memiliki regulasi untuk pengamanan ketersediaan pangan masyarakat agar mampu mengendalikan harga beras di pasaran.
Pihaknya setuju jika pemerintah daerah melalui BUMD setempat menampung gabah petani untuk cadangan pangan masyarakat.
Selama ini, kata dia, harga beras tinggi akibat perusahaan swasta menampung harga gabah di atas HPP, sehingga terjadi gejolak harga pangan di pasaran.
Meski harga gabah di atas HPP menguntungkan besar bagi pendapatan usaha petani,namun harga beras di pasaran membebani ekonomi masyarakat.
"Kami sebagai produksi pangan tetap keinginan harga gabah sesuai HPP, sehingga harga beras kembali stabil dan normal,"katanya menjelaskan.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi Banten puncak panen Maret 2024 seluas 44.968 hektare dengan menghasilkan GKG 261.965 ton atau dijadikan beras sebanyak 165.640 ton.
Baca juga: Puncak panen raya di Lebak pada Maret 2024 seluas 13.858 hektare
Baca juga: Puncak panen raya di Lebak pada Maret 2024 seluas 13.858 hektare
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024