Siak, Riau (ANTARA) - Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead menyebut pengembangan budi daya komoditi ramah gambut 100 persen efektif mampu menekan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Efektif 100 persen (ditanya seberapa efektif). Karena gambutnya ditanami secara produktif, dijaga, kemudian pengolahan lahannya tanpa bakar pula kan,” kata Nazir di Siak, Rabu.
Selain itu, ia mengatakan tata airnya pasti akan dijaga karena masyarakat takut tanamannya terbakar. Ada alat ukur tinggi muka air gambut, ada sekat kanalnya dan sumur bor untuk menjaga kebasahannya.
“Dan jadinya pasti kelembapan akan terjaga, produktivitas tanaman cukup baik, atau bahkan baik sekali, otomatis petani akan menjaga karena tanamannya tidak mau terbakar,” ujar dia.
Badan Restorasi Gambut (BRG) melakukan pilot uji coba penanaman komoditi ramah gambut di lahan Tanah Obyek Reforma Agraria Kabupaten Siak seluas 10 hektare (ha). Pada November 2019, Presiden Joko Widodo telah menyerahkan sertifikat TORA seluas 4.000 ha di tiga desa dan sembilan kampung di Siak yang keseluruhan wilayahnya berupa lahan gambut.
Dalam program TORA di Kabupaten Siak ini, BRG bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten Siak, akademisi, lembaga penelitian pertanian dan kehutanan, konsorsium LSM serta BNPB mencoba merealisasikan rekomendasi budidaya ramah gambut dengan empat komoditi kopi liberika, ubi kayu, nanas, jagung dan meranti belangiran.
Baca juga: BPPT: Jangan buka lahan dengan membakar
BRG juga melakukan pembangunan infrastruktur pembasahan gambut (PIPG) di Desa Sadar Jaya, Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Siak, Riau, dengan dana APBN 2018. Dengan membangun 29 sekat kanal untuk pembasahan dan memberikan 16 ekor sapi untuk revitalisasi ekonomi masyarakat desa yang mayoritas petani kelapa sawit.
Ketua Pokmas Amanah Desa Sadar Jaya Jundan Susanto mengatakan wilayah di desanya sering terjadi karhutla. Namun setelah adanya pembangunan sekat kanal dilakukan secara swadaya oleh masyarakat dengan pendanaan dari BRG, perbedaannya terasa.
Air lahan gambut di sana lebih terjaga, sehingga sekalipun terjadi karhutla, masyarakat bersama Masyarakat Peduli Api (MPA), TNI dan Polri akan lebih mudah dan lebih cepat memadamkannya karena air tersedia, ujar Jundan.
Sementara itu untuk revitalisasi ekonomi peternakan sapi, Ketua Pokmas Mahkota Jaya Sekat Kanal Desa Sadar Jaya Eni Nurmaningsih mengatakan mengupayakan 15 sapi betina dan satu sapi jantan dari program PIPG BRG tersebut berkembang biak untuk direplikasi dengan membentuk kelompok masyarakat baru di desa tersebut.
Saat ini Pokmas Mahkota Jaya yang mengembangkan peternakan sapi ini memiliki 15 anggota. Selain mengembangbiakkan sapi, mereka juga mengolah kotoran dan urine sapi untuk dijadikan kompos yang dimanfaatkan warga Desa Bandar Jaya (desa tetangga) untuk memupuk tanaman holtikulturanya.
Menurut dia, program revitalisasi ekonomi dengan peternakan sapi ini baik karena membuat warga desa tidak hanya bergantung pada hasil kelapa sawit.
Sedangkan Ketua Pokmas Sumber Makmur dari Desa Mahfrur mengatakan ide memanfaatkan kompos dari kotoran dan urine sapi ini datang dari warga desa juga. Tentu ini mengurangi biaya pupuk pengembangan holtikultura.
Hasil pertanian berupa bawang merah, kencur hingga seledri di lahan gambut ini, menurut dia, memiliki nilai jual yang lebih baik dibandingkan dengan kelapa sawit yang menjadi tumpuan pendapatan mereka selama ini.
Masyarakat pun, ia mengatakan jadi banyak menjaga lahan gambutnya agar pertanian hortikultura ini agar tidak terbakar.
Baca juga: BNPB terjunkan 3.615 TNI/Polri untuk mencegah karhutla di tiga provinsi
Baca juga: Karhutla bisa dicegah jika tidak ada pembakaran saat kemarau
Baca juga: Satgas Karhutla Riau tanggulangi kemunculan titik panas