Tangerang (ANTARA) - Perusahaan kesehatan Novo Nordisk menyebutkan delapan dari 10 pasien jantung di Indonesia mengalami kelebihan berat badan, sehingga perlu kesadaran masyarakat untuk menangani obesitas sebagai akar penyebab.
"Menurunkan berat badan, baik melalui perubahan gaya hidup sehat maupun dukungan medis terbukti efektif dalam menurunkan risiko penyakit jantung,” kata General Manager Novo Nordisk Indonesia Sreerekha Sreenivasan di Tangerang, Selasa.
Ia mengatakan penyakit jantung tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia dengan lebih dari 20,5 juta kasus kematian setiap tahunnya. Pada tahun 2021, hampir 1,9 juta kematian terkait dengan indeks massa tubuh tinggi (BMI ≥25 kg/m²).
Baca juga: Perki ajak masyarakat tingkatkan kesadaran cegah penyakit jantung
Berdasarkan data, individu dengan obesitas memiliki risiko serangan jantung 75 persen lebih tinggi dibandingkan mereka dengan BMI di bawah 30.3 dan yang mengkhawatirkan ada 8 dari 10 pasien penyakit jantung mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
Oleh karena itu, katanya, Novo Nordisk Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk mengatasi isu mendesak ini dengan bekerja sama bersama tenaga kesehatan, pasien, pembuat kebijakan, dan komunitas dalam upaya mengurangi beban penyakit kronis.
"Faktanya, BMI tinggi secara konsisten menempati peringkat bersama tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi sebagai tiga penyebab utama penyakit jantung di seluruh dunia," katanya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menambahkan prevalensi penyakit jantung di Indonesia terus meningkat dan menimbulkan beban ekonomi yang sangat besar, khususnya penyakit jantung koroner yang sangat terkait dengan BMI tinggi.
"Kementerian Kesehatan, melalui Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Obesitas menegaskan pengurangan
obesitas sangat penting untuk menurunkan beban penyakit kardiovaskular pada populasi kita," katanya.
Baca juga: Ternyata keberhasilan layanan jantung ditentukan dedikasi dokter dan pasien
InfoComm dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Vito A. Damay mengatakan perubahan gaya hidup tetap menjadi pilar utama dalam penanganan obesitas dan penyakit kardiovaskular.
Namun, dalam banyak kasus intervensi gaya hidup saja tidak cukup. Perlunya mempertimbangkan pendekatan tambahan, seperti farmakoterapi dan prosedur bariatrik, khususnya bagi pasien dengan risiko kardiovaskular yang lebih tinggi.
"Bagi dokter spesialis jantung, penting untuk memandang obesitas dan penyakit jantung sebagai kondisi kronis yang saling terkait, serta memastikan pasien mendapatkan perawatan komprehensif berbasis bukti yang dapat menurunkan risiko,” kata dr. Vito.
Baca juga: Catat, diet anti peradangan kurangi risiko penyakit jantung
