Sejumlah warga pedalaman Kabupaten Lebak Provinsi Banten masih mempertahankan kayu bakar untuk keperluan memasak sehari-hari.
"Kami sejak dulu hingga kini untuk memasak sehari-hari di dapur memakai kayu bakar," kata Iroh (60) warga Cipasung Desa Suka Rendah Warunggunung Kabupaten Lebak, Minggu.
"Kami sejak dulu hingga kini untuk memasak sehari-hari di dapur memakai kayu bakar," kata Iroh (60) warga Cipasung Desa Suka Rendah Warunggunung Kabupaten Lebak, Minggu.
Masyarakat di sini kebanyakan secara turun temurun menggunakan kayu bakar karena persediaan di kawasan hutan dan perkebunan ladang melimpah.
Biasanya, kayu bakar itu dari ranting kayu yang sudah mengering maupun pohon yang roboh akibat diterjang angin kencang. Karena itu, masyarakat di sini tidak menggunakan gas elpiji bersubsidi.
"Kami lebih nyaman menggunakan kayu bakar untuk keperluan memasak di dapur," kata Iroh.
Baca juga: Warga Lebak kembali gunakan kayu bakar untuk memasak
Baca juga: Warga Lebak kembali gunakan kayu bakar untuk memasak
Ambu Sarti (55) warga Badui Kabupaten Lebak mengaku dirinya bersama ibu-ibu lainnya setiap hari pergi ke kebun ladang untuk mencari kayu bakar.
Menurut dia, masyarakat Badui hingga kini dilarang adat jika menggunakan elpiji 3 kilogram.
"Kami untuk memasak sehari-hari wajib menggunakan kayu bakar," ujarnya menjelaskan.
Begitu pula Ema (55) seorang ibu rumah tangga warga Rangkasbitung mengaku bahwa perkampungan yang berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cisalak sebagai bahan bakar dengan memanfaatkan sisa-sisa kelapa sawit yang dinamakan brondo.
"Kami untuk memasak memakai brondo , karena apinya cukup besar mengandung minyak itu," katanya.
Baca juga: Pedagang keliling di Lebak topang ekonomi keluarga
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Yani mengatakan masyarakat di daerah ini masih mempertahankan kayu bakar untuk keperluan memasak sehari-hari.
Meski masyarakat Kabupaten Lebak menggunakan kayu bakar maupun brondo kelapa sawit, tetapi terkadang elpiji 3 kilogram terjadi kelangkaan.
Kelangkaan populasi elpiji subsidi 3 kilogram tersebut untuk masyarakat miskin, karena banyak orang mampu ekonomi, termasuk PNS, pemilik restoran hingga pelaku UMKM besar juga memakai gas bersubsidi.
Pemerintah daerah akan melakukan pengetatan agar gas elpiji 3 kilogram itu berhak bagi masyarakat miskin dengan menyertakan identitas kartu tanda penduduk (KTP).
"Kita hanya memiliki kuota elpiji bersubsidi sebanyak 7000 tabung, sehingga seringkali terjadi kelangkaan, karena banyak keluarga mampu ekonomi menggunakan gas bersubsidi," kata Yani.
Baca juga: Satu keluarga di Lebak alami kebutaan, dambakan bantuan pangan
Baca juga: Satu keluarga di Lebak alami kebutaan, dambakan bantuan pangan