Serang (AntaraBanten) - Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Banten pada Oktober 2014 mengalami kenaikan 1,02 persen dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu dari 103,74 menjadi 104,80.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten Eneng Nurcahyati, di Serang, Kamis, menyatakan kenaikan NTP itu karena laju kenaikan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) sebesar 1,25 persen, lebih cepat daripada laju kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,23 persen.
Ia menyebutkan, kenaikan NTP Oktober 2014 terutama disebabkan kenaikan NTP subsektor tanaman pangan sebesar 1,96 persen, subsektor hortikultura naik 1,22 persen, dan tanaman perkebunan rakyat naik 0,05 persen.
"Kenaikan ini dihambat oleh penurunan dua subsektor, yaitu subsektor peternakan turun 0,46 persen dan subsektor perikanan yang turun 0,29 persen," katanya lagi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Banten Syech Suhaimi menjelaskan, It menunjukkan fluktuasi harga beragam komoditas pertanian yang dihasilkan petani.
Pada Oktober 2014, It Banten mengalami kenaikan sebesar 1,25 persen dibanding It September 2014, yaitu naik dari 116,08 menjadi 117,52.
Ia menyatakan kenaikan It pada Oktober 2014 disebabkan kenaikan It pada subsektor tanaman pangan sebesar 2,19 persen, subsektor hortikultura naik 1,49 persen, dan tanaman perkebunan rakyat naik 0,26 persen, serta subsektor perikanan yang naik 0,01 persen.
Hanya It pada subsektor peternakan yang turun 0,28 persen.
Indeks harga yang dibayar petani terdiri dari dua golongan, yaitu konsumsi rumahtangga (KRT) dan biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM).
Berdasarkan Ib dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian, katanya lagi.
Pada Oktober 2014, indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,23 persen.
Hal ini terjadi karena Indeks Konsumsi Rumah Tangga mengalami kenaikan sebesar 0,26 persen atau naik dari 113,19 menjadi 113,48.
Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) juga mengalami kenaikan 0,11 persen dari 108,07 menjadi 108,18.
Kenaikan indeks kelompok ini disebabkan kenaikan indeks pada lima kelompok, yaitu kelompok bibit sebesar 0,58 persen, transportasi naik 0,30 persen, penambahan barang modal 0,16 persen, biaya sewa dan pengeluaran lain 0,16 persen serta upah buruh tani 0,16 persen.
Ia mengatakan, pada Oktober 2014 terjadi inflasi di daerah perdesaan di Provinsi Banten sebesar 0,26 persen terutama disebabkan kenaikan indeks kelompok perumahan sebesar 0,57 persen.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Banten Oktober 2014 sebesar 108,64 atau naik 1,14 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.
Suhaimi menyebutkan, di Indonesia NTP tertinggi dicapai oleh Provinsi Bali dengan nilai indeks sebesar 107,06, diikuti Provinsi Lampung sebesar 106,95, dan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 106,52.
Sedangkan NTP terendah di Provinsi Bengkulu sebesar 95,23.
Ia menjelaskan, NTP yang diperoleh dari perbandingan It terhadap Ib merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan.
NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
"Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani," kata Suhaimi lagi.
NTUP diperoleh dari perbandingan It terhadap Ib, dengan komponen Ib hanya terdiri dari Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM).
Dengan dikeluarkan konsumsi dari komponen Ib, NTUP dapat lebih mencerminkan kemampuan produksi petani, karena yang dibandingkan hanya produksi dengan biaya produksinya, ujarnya menjelaskan lagi.