Masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten hingga saat ini tetap menjaga hutan lindung seluas 3.100 hektare sebagai titipan dari leluhur.
"Kondisi hutan lindung itu kini tetap hijau dan lestari," kata Tetua Adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Jaro Saija di Lebak, Senin.
Baca juga: 228 destinasi wisata dorong tumbuhkan ekonomi padesaan di Lebak
Masyarakat Badui Dalam dan Badui Luar memiliki komitmen dan tanggung jawab untuk menjaga pelestarian hutan lindung agar tidak terjadi kerusakan lingkungan.
Terkait dengan komitmen dan tanggung jawab itu , kata dia, masyarakat Badui dilarang melakukan penebangan pohon di kawasan hutan lindung.
Ia menjelaskan masyarakat Badui memiliki kewajiban untuk menjaga dan melestarikan hutan tersebut, sebab jika hutan lindung itu kondisinya rusak dapat mengakibatkan malapetaka, seperti bencana alam.
Apalagi, katanya, kawasan hutan lindung yang berada di Kaki Gunung Kendeng itu merupakan daerah hulu di Provinsi Banten.
"Saya yakin jika hutan lindung itu rusak maka dapat menimbulkan kekeringan, kesulitan air bersih , banjir, dan longsor," katanya.
Menurut dia, pemukiman hak ulayat masyarakat Badui berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2001 seluas 5.100 hektare, terdiri atas 3.100 hektare hutan lindung dan 2.000 hektare pemukiman.
Ia menilai hingga saat ini keberadaan hutan lindung tetap terjaga dengan baik, bahkan warga Badui setiap tahun melaksanakan gerakan tanam agar hutan tetap hijau dan memberikan kelangsungan hidup bagi manusia.
Oleh karena itu, kata dia, masyarakat Badui Dalam boleh menggarap pertanian ladang di tanah hak ulayat, sedangkan warga Badui Luar menggarap pertanian ladang di luar kawasan Badui yang tersebar di 260 desa dan 11 kecamatan.
Jumlah masyarakat Badui 11.800 jiwa masih mengandalan kehidupan ekonomi dan pangan dari hasil pertanian ladang.
Saat ini, masyarakat Badui memasuki musim tanam padi huma, palawija, dan hortikultura.
"Kami berharap gerakan tanam ini dapat tumbuh subur sehingga menghasilkan pangan dan ekonomi," kata Jaro Saija.
"Kondisi hutan lindung itu kini tetap hijau dan lestari," kata Tetua Adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Jaro Saija di Lebak, Senin.
Baca juga: 228 destinasi wisata dorong tumbuhkan ekonomi padesaan di Lebak
Masyarakat Badui Dalam dan Badui Luar memiliki komitmen dan tanggung jawab untuk menjaga pelestarian hutan lindung agar tidak terjadi kerusakan lingkungan.
Terkait dengan komitmen dan tanggung jawab itu , kata dia, masyarakat Badui dilarang melakukan penebangan pohon di kawasan hutan lindung.
Ia menjelaskan masyarakat Badui memiliki kewajiban untuk menjaga dan melestarikan hutan tersebut, sebab jika hutan lindung itu kondisinya rusak dapat mengakibatkan malapetaka, seperti bencana alam.
Apalagi, katanya, kawasan hutan lindung yang berada di Kaki Gunung Kendeng itu merupakan daerah hulu di Provinsi Banten.
"Saya yakin jika hutan lindung itu rusak maka dapat menimbulkan kekeringan, kesulitan air bersih , banjir, dan longsor," katanya.
Menurut dia, pemukiman hak ulayat masyarakat Badui berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2001 seluas 5.100 hektare, terdiri atas 3.100 hektare hutan lindung dan 2.000 hektare pemukiman.
Ia menilai hingga saat ini keberadaan hutan lindung tetap terjaga dengan baik, bahkan warga Badui setiap tahun melaksanakan gerakan tanam agar hutan tetap hijau dan memberikan kelangsungan hidup bagi manusia.
Oleh karena itu, kata dia, masyarakat Badui Dalam boleh menggarap pertanian ladang di tanah hak ulayat, sedangkan warga Badui Luar menggarap pertanian ladang di luar kawasan Badui yang tersebar di 260 desa dan 11 kecamatan.
Jumlah masyarakat Badui 11.800 jiwa masih mengandalan kehidupan ekonomi dan pangan dari hasil pertanian ladang.
Saat ini, masyarakat Badui memasuki musim tanam padi huma, palawija, dan hortikultura.
"Kami berharap gerakan tanam ini dapat tumbuh subur sehingga menghasilkan pangan dan ekonomi," kata Jaro Saija.