Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga mengatakan bahwa selama masa 30 tahun setelah ratifikasi Konvensi Hak Anak, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif dan ramah anak, termasuk di antaranya memperbaiki regulasi.
"Pertama adalah melakukan amandemen kedua terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada 2000 dengan memasukkan Pasal 28B Ayat(2)," kata Bintang di Jakarta, Jumat, dalam acara Peringatan 30 Tahun Ratifikasi Konvensi Hak Anak dan Peringatan Hari Anak Sedunia yang digelar virtual.
Baca juga: Menteri Gusti Ayu Bintang: Hari Anak Sedunia momentum penuhi hak anak
Pasal 28B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi, "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".
Selain itu, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan pemenuhan hak anak dan pelindungan khusus anak sebagai pilar utama. Undang-Undang tersebut telah dua kali mengalami perubahan.
"Indonesia juga telah mengesahkan berbagai undang-undang dan peraturan pendukung lainnya, salah satunya Undang-Undang tentang Perkawinan yang telah direvisi," kata Bintang.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan usia minimal perkawinan bagi laki-laki maupun perempuan 19 tahun. Sebelumnya usia minimum perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun.
"Perubahan tersebut sebagai salah satu usaha untuk mencegah perkawinan anak," kata Bintang.
Di samping itu, menurut dia, pemerintah meratifikasi dua protokol opsional Konvensi Hak Anak dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak; dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Bintang mengatakan bahwa upaya-upaya perbaikan regulasi tersebut telah menunjukkan hasil.
"Misalnya, saat ini mayoritas anak telah memiliki akta kelahiran. Anak-anak juga semakin dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. Hak untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan yang layak pun semakin baik dirasakan," katanya.
Pemerintah sudah berupaya wujudkan pembangunan ramah anak
Jumat, 20 November 2020 18:26 WIB
Selain itu, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan pemenuhan hak anak dan pelindungan khusus anak sebagai pilar utama. Undang-Undang tersebut telah dua kali mengalami perubahan