Petani Kabupaten Lebak melestarikan rambutan varietas tengkue guna mencegah kepunahan sehubungan berkembangnya pembangunan pemukiman di Kecamatan Maja dan Curugbitung sebagai sentra penghasil rambutan tengkue.

"Kita berharap melalui pengembangan benih varietas tengkue itu dapat terus dibudidayakan petani," kata Ketua Kelompok Tani Desa Sangkanwangi, Kabupaten Lebak, Hendi Suhendi di Lebak, Senin.

Pengembangan benih varietas rambutan tengkue itu, karena dikhawatirkan terancam kepunahan, sebab penghasil tengkue terbesar Kecamatan Maja dan Curugbitung.

Saat ini, dua kecamatan di Kabupaten Lebak tersebut dijadikan "kota metropolitan mini",sehingga tumbuh pemukiman untuk menampung warga DKI Jakarta.

Pemukiman hunian modern saat ini sudah dibangun hingga ribuan unit rumah oleh pengembang PT Citra Maja.

Karena itu, dirinya mengembangkan benih rambutan tangkue agar ke depan tidak punah dan langka.

Sebab, rambutan lokal itu yang pertama kali dikembangkan oleh petani Desa Kecapi Kecamatan Maja.

"Kita merasa terpanggil untuk melestarikan benih tengkue itu, sebab di Pulau Jawa hanya ada di Lebak," katanya menjelaskan.

Menurut dia, benih rambutan tengkue yang dikembangkan hingga ribuan pohon sudah memiliki sertifikasi sebaran benih unggul dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Provinsi Banten.

Keunggulan rambutan tengkue itu memiliki khas tersendiri, selain rasanya manis, teksturnya kering tapi legit dan daging buahnya lepas dari kulitnya.

Selain itu juga harga di pasaran relatif bagus sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi petani.

Selama ini, permintaan benih rambutan tengkue juga dari beberapa daerah di Indonesia melalui pemasaran secara online.

"Kami pekan lalu melayani permintaan benih rambutan tengkue ke Papua dan Kalimantan melalui online dengan harga Rp40.000/benih dengan ukuran tinggi 70 sentimeter hingga 2.000 pohon," katanya menjelaskan.

Usman (55) seorang petani warga Desa Curugbitung Kabupaten Lebak mengatakan panen rambutan tahun ini sangat diuntungkan, karena buahnya per pohon cukup banyak dibandingkan tahun lalu.

Pendapatan hasil panen rambutan itu tentu dapat menggulirkan pertumbuhan ekonomi masyarakat mulai petani, buruh pemanjat pohon, buruh mengikat rambutan hingga pengemudi.

Mereka para tengkulak itu membeli buah rambutan di atas pohon rata-rata Rp1 juta. Bahkan ada petani di antaranya yang memiliki sebanyak 300 pohon.

"Apabila, harga buah rambutan itu Rp1 juta, maka petani bisa meraup keuntungan Rp300 juta," katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Iman Nurzaman mengapresiasi kelompok tani Sangkanwangi mempertahankan pelestarian rambutan tangkue.

Sebab, rambutan tengkue itu hanya bisa ditemukan di Kabupaten Lebak dan sudah tumbuh sejak ratusan tahun silam.

Bahkan, jenis rambutan ini juga sudah dicatat di Kementerian Pertanian sebagai rambutan varietas unggul dari Provinsi Banten.

Pengembangan perkebunan tangkue di Kecamatan Maja, Curugbitung maupun Sajira.

"Musim panen rambutan tangkue itu umumnya pada bulan Januari sampai Maret hingga dipasok ke wilayah Tangerang, Bogor dan DKI Jakarta," katanya.
 

Pewarta: Mansyur suryana

Editor : Ridwan Chaidir


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020