Pemerintah Provinsi Banten terus melakukan pembenahan terhadap pengelolaan keuangan daerah, salah satunya perbaikan pelaksanaan dan pelaporan dana hibah dan bantuan sosial (bansos) demi mempertahankan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKAD) Provinsi Banten Dwi Sahara di Serang, Kamis, mengatakan bahwa pihaknya senantiasa mengingatkan bagi para penerima hibah dan bansos yang sudah mencairkan dana agar berhati-hati dalam penggunaannya.

Pada acara Bimbingan Teknis Tata Cara Penyusunan Pertanggungjawaban Belanja Hibah dan Bansos Tahun Anggaran 2019 di aula Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Dwi Sahara mengatakan bahwa setiap nilai rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk Pemprov Banten, harus dapat dipertanggungjawabkan.

Ia menyebutkan realisasi belanja hibah dan bansos per 15 Juli 2019 untuk belanja dengan pagu Rp2,310 triliun terealisasi sebesar Rp1,224 triliun atau 52,98 persen, sedangkan belanja bansos dengan pagu Rp105,979 miliar terealisasi sebesar Rp27,771 miliar atau 26,20 persen.

Baca juga: Dispar Banten meningkatkan SDM pelaku ekonomi kreatif di lokasi wisata

Baca juga: Warga miskin di Banten berkurang 14,28 ribu orang

Bimtek digelar agar tertib administrasi atas penggunaan dana hibah dan bansos bisa terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Bimtek menghadirkan para penerima bantuan tersebut karena mereka akan menjadi objek pemeriksaan.

Menurut Dwi Sahara, hampir setiap tahun Pemprov Banten mendapatkan catatan permeriksa terkait belanja hibah dan bansos. Catatan yang paling banyak adalah kelengkapan administrasi dan kepatuhan melaporkan penggunaan hibah dan bansos.

"Belanja hibah dan bantuan sosial selalu menjadi pusat perhatian, baik oleh pemangku kepentingan maupun oleh pihak pemeriksa,” katanya.

Agar dana hibah dan bansos tidak berujung pada permasalahan, menurut dia, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Dari sisi administrasi, kata Dwi Sahara, baik hibah maupun bansos, pertanggungjawabannya hanya terdapat tiga aspek, yakni aspek pertama, laporan penggunaan hibah/bansos; Kedua, surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa dana diterima telah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) atau proposal yang telah disetujui; Ketiga, bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah.

"Hal yang yang meski diperhatikan juga adalah dari sisi kepatuhan," katanya.

Ketiga kelengkapan administrasi itu, kata Dwi Sahara harus disampaikan kepada gubernur paling lambat pada tanggal 10 Januari tahun anggaran berikutnya. Bila dua hal, yaitu administrasi dan kepatuhan dipatuhi, belanja hibah dan bansos tidak akan ada catatan atau temuan.

“Apa yang kami lakukan tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan yang berujung pada masalah hukum. Ini juga sebagai salah satu upaya kami mempertahankan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK. Sudah 3 tahun kami peroleh pada laporan keuangan tahun anggaran 2016, 2017, dan 2018,” katanya.

Sebelumnya, Gubernur Banten Wahidin Halim berkomitmen menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih.

Menurut Wahidin Halim, penyelewengan atau prilaku koruptif jelas sangat merusak citra Banten.

Untuk itu, kata dia, Pemprov Banten telah menjalin kerja sama dengan KPK untuk melakukan pengawasan pelaksanaan APBD Banten. 

Baca juga: BPS Banten libatkan masyarakat data sendiri pada pelaksanaan SP2020

Baca juga: Gubernur Banten ingatkan ASN agar jadi penguat NKRI

Pewarta: Mulyana

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019