Asosiasi Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) meminta kepada pemerintah segera membuka kran ekspor benur lobster karena dinilai dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan Indonesia.
 
"Kita terus berjuang untuk amal jariah sehingga benur lobster bisa diekspor untuk peningkatan ekonomi nelayan dan pemasukan bagi negara," kata Wakil Asosiasi PBLN Saifullah Asnan di hadapan 300 nelayan Binuangeun Kabupaten Lebak, Sabtu.
 
Selama ini, dirinya mengaku prihatin banyak nelayan, penggiat benur, terutama mereka yang terkait dalam aktivitas kurir atau pengiriman benur ditangkap dan dipenjara oleh aparat kepolisian.
 
Mereka terjerat aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) No 16 Tahun 2022 yang merupakan pengganti dari Peraturan Nomor 17 Tahun 2021 soal larangan ekspor benih bening lobster.
 
Semestinya, kata dia, pemerintah melindungi para nelayan dengan membebaskan tangkapan benur karena dapat membawa kesejahteraan kehidupan mereka.

Baca juga: Bea Cukai Soekarno Hatta gagalkan penyelundupan 34.222 ekor benih lobster
 
Dulu, kata dia, saat Menteri Perikanan Edy Prabowo sempat membolehkan benur ekspor tentu banyak anak-anak nelayan bisa melanjutkan pendidikan tinggi, membangun rumah juga bisa membantu pembangunan tempat ibadah, madrasah dan sekolah.
 
Kehidupan nelayan saat itu dipastikan sejahtera dengan peningkatan pendapatan ekonomi dari tangkapan benur tersebut.
 
Dan, jika nelayan sekali melaut menghasilkan tangkapan benur sebanyak 100 ekor dengan nilai jual Rp6.000/ekor maka dapat membawa uang ke rumah Rp600 ribu.
 
Karena itu, ia berharap pemerintah dapat membebaskan perdagangan benur ekspor dengan mencabut aturan KKP No 16 Tahun 2022 yang merupakan pengganti dari Peraturan Nomor 17 Tahun 2021 soal larangan ekspor benih bening lobster.
 
"Kami bersama nelayan berharap pemerintah tidak melarang lagi perdagangan benur ekspor," katanya menambahkan.
 
Akibat larangan perdagangan benur tersebut, lanjut dia, banyak kehidupan nelayan kian terpuruk dan menderita hingga lilitan kemiskinan.
 
"Kami minta Presiden Joko Widodo membolehkan perdagangan benur sehingga kehidupan nelayan lebih sejahtera," kata Saifullah.

Baca juga: Januari-Juli, Balai Karantina gagalkan penyelundupan 150 ribu benih lobster
 
Saifullah mengatakan sampai dengan Mei 2023 ini, PBLN mencatat ada 358 kasus terkait benur yang sudah diputus, mulai dari tingkat Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), hingga ke Mahkamah Agung.
 
Dari 358 kasus yang sudah resmi diputuskan itu, kerugian negara terungkap sebanyak Rp1,6 triliun.
 
"Ke depan kami akan melalui jalur politik dengan membawa aspirasi ke DPR RI, karena kerugian negara cukup besar," kata Saifullah menjelaskan.
 
Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Lebak Bernardi mengatakan pemerintah daerah mendukung pembudidaya lobster karena pesisir selatan Pantai Jawa sangat berpotensial.
 
Pada 2021 sempat selama lima bulan benur lobster dari Lebak bisa melintasi ke luar daerah hingga lolos ekspor. Bahkan, jumlah benur lobster dari daerah ini sekitar 5 juta ekor ekspor melalui 12 perusahaan.
 
Namun, tahun ini perdagangan benur dilarang ekspor sesuai KKP No 16 Tahun 2022 yang merupakan pengganti dari Peraturan Nomor 17 Tahun 2021 soal larangan ekspor benih bening lobster, katanya.
 
Sementara itu, Sariman (55) seorang nelayan Binuangeun Kabupaten Lebak mengatakan dirinya sebagai nelayan kecil tentu merasa terbantu jika pemerintah tidak melarang ekspor benur.
 
Saat ini, kata dia, harga benur lobster sekitar Rp7.000/ekor.
 
"Kami meyakini jika benur lobster bisa kembali diekspor dipastikan kehidupan nelayan lebih sejahtera," katanya.

Baca juga: Nelayan Lebak diimbau tidak tangkap benih lobster
Baca juga: Polisi tangkap lima tersangka penyelundup benih lobster senilai Rp4,1 miliar
 

Pewarta: Mansyur suryana

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023