Pengembangan pembangkit EBT dinilai mampu akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional

Pengembangan pembangkit EBT dinilai mampu akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional

Ilustrasi - Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata, Jawa Barat. (ANTARA/HO-PT PLN (Persero))

Jakarta (ANTARA) Pengembangan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) dinilai bisa menjadi faktor pendukung dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu pemerintah harus mengambil tindakan untuk bisa mempercepat terjadinya penambahan kapasitas energi hijau yang masih melimpah di Indonesia. 

Hal ini menjadi salah satu pandangan yang mengemuka pada diskusi bertajuk "Energi Baru & Terbarukan: Pendorong atau Penghambat Pertumbuhan Ekonomi?" yang digelar oleh Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia di Jakarta. 

Dalam diskusi ini tampil sebagai pembicara adalah; Strategic and Operation Team Green Business of IDSurvey, Risky Aulia Ulfa; dan.

Kehadiran pembangkit EBT sangat diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Pasalnya, energi fosil yang menopang pembangkit di Indonesia tidak akan cukup jika tidak diiringi dengan peningkatan pembangkit EBT, ujar Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal.

Berdasarkan perhitungan dengan metode konservatif yang dilakukan CORE Indonesia, Faisal mengatakan, ketersediaan bahan bakar fosil ini diprediksi akan segera habis. Ia menyebut ketersediaan batu bara di Indonesia ini akan habis dalam 28 tahun ke depan. Lalu minyak bumi dan gas, masing-masing ketersediaannya hanya mampu bertahan hingga 21 tahun serta 19 tahun ke depan saja.

Sementara jika menggunakan skenario agresif, bahan bakar fosil akan habis sebelum 20 tahun. Kondisi ini tentunya tidak akan mampu dalam menopang kebutuhan energi menuju Indonesia Emas 2045, ujarnya.

Kondisi tersebut, Faisal menilai pengembangan pembangkit EBT itu menjadi sangat penting buat Indonesia demi mencapai target menjadi negara maju pada 2045. Sayangnya, ia melihat, proses transisi energi di Indonesia masih belum banyak memberikan percepatan. 

Bauran EBT di Indonesia sejak 2021 sampai dengan sekarang masih berada di kisaran 12-14% atau masih sangat jauh dari target yang ditetapkan. Untuk itu EBT ini perlu dipercepat kalau kita mau mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Sekjen Himpi) sekaligus Tenaga Ahli Menteri ESDM, Anggawira, mengatakan dalam upaya mendorong terwujudnya ketahanan energi memang diperlukan sinergi dari banyak pihak. Kehadiran kedua sumber energi tersebut, kata dia, harusnya bisa saling melengkapi. 

Itu complementary, saling melengkapi. Tidak mungkin energi fosil atau BPM itu tergantikan 100 persen. Mengurangi iya, tapi berkurang juga enggak. Power-nya oke tapi kebutuhannya kan bicara minyak ini bukan hanya untuk energy, tapi digunakan juga untuk yang lain-lain, tutur Tenaga Ahli Menteri ESDM ini.

Anggawira mengatakan Indonesia ini sungguh beruntung memiliki potensi kandungan panas bumi yang bisa dijadikan salah satu sumber energi terbarukan. Untuk itu ketika berbicara prioritas, kata dia, maka perlu memanfaatkan sumber energi panas bumi ini bisa menjadi baseload

Kalau kayak (sumber energi tenaga) angin atau surya ini tak bisa jadi baseload. Itu penumpang saja, tapi yang remain di bawahnya itu harus kita pasok dengan, apa namanya, air atau panas bumi gitu. Cuma sekali lagi ini semua sangat tergantung pada kebijakan, ujarnya.
Pewarta : PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2024