Jakarta (ANTARA) - Ketua Satuan Tugas Imunisasi Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita, Msc., PhD., Sp.A(K) mengingatkan masih 120 ribu anak perempuan yang belum mendapatkan vaksinasi HPV lanjutan karena terkait ketersediaan.
"Kondisi ini disayangkan . Kalau memang vaksinasi dianggap penting, seharusnya keterlambatan ini tidak terjadi,” kata Cissy di Jakarta, Selasa.
Menurut Prof. Cissy, karena proyek percontohan ini sudah masuk dalam agenda Kementrian Kesehatan seharusnya segala kendala untuk penyediaan vaksin bisa dipersiapkan jauh-jauh hari.
“Kita berharapnya keterlambatan ini jangan berlarut-larut. Kalau memang sudah masuk program Kementrian Kesehatan, seharusnya ada pergantian mentri atau dirjen, programnya tetap harus jalan sesuai rencana," ujar dia.
Proyek percontohan vakinasi HPV pertama kali di lakukan di Jakarta pada 2016. Lalu pada 2018 pemerintah melanjutkannya menjadi program percontohan vaksinasi dengan menyasar para siswi kelas 5 SD dan sederajat di lima daerah yaitu Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Manado.
Seharusnya pada November kemarin, vaksinasi HPV dosis kedua dilakukan. Ini sesuai dengan anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa vaksinasi HPV untuk anak perempuan berusia 9-13 tahun dilakukan sebanyak dua kali.
Adapun penyebab keterlambatan pelaksanaan vaksinasi dosis kedua ini ditengarai karena adanya perubahan mekanisme pengadaan di internal kementerian kesehatan. Hal ini terungkap pada rapat kerja kementerian kesehatan dengan DPR RI beberapa waktu lalu.
Mengenai efektivitas kerja vaksin, Prof. Cissy menyebutkan, anjuran yang diberikan untuk penyuntikan dosis kedua adalah maksimal 15 bulan. Artinya masih ada rentang waktu yang bisa dikejar pemerintah untuk segera melaksanakan vaksinasi.
Hanya saja sampai saat ini menurutnya belum ada penelitian yang menggambarkan bagaimana pembentukan antibodi jika vaksinasi lanjutan diberikan lebih dari batas anjuran yang diberikan.
“Karena di negara-negara lain keterlambatan seperti ini tidak terjadi," ujar dia.
Vaksinasi HPV sendiri ditujukan memberikan antibodi tubuh untuk melawan serangan Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini adalah virus umum yang ditemukan di mana-mana dengan lebih dari 130 tipe dengan keganasan yang berbeda. Adapun tipe HPV yang paling ganas dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks. Data Globocan 2018 dan 2012 menunjukkan insiden kanker serviks di Indonesia yang terus meningkat. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan insiden kanker serviks tertinggi di Asia, bahkan lebih dari 50 persen diantaranya meninggal dunia.
Virus HPV masuk ke dalam tubuh ketika ada celah luka pada lapisan epitel di serviks. Berdasarkan penelitian, proteksi maksimal bisa didapat melalui pencegahan primer berupa vaksinasi yang bisa mulai dilakukan pada anak berusia 9 tahun. Antibodi melawan virus HPV akan terbentuk lebih maksimal jika vaksinasi diberikan sejak dini.
Lebih lanjut Prof. Cissy mengambarkan, secara teori kerja vaksin, suntikan pertama bekerja untuk menghasilkan sel memori dalam tubuh. Sel memori akan bereaksi ketika diberikan vaksinasi lanjutan sehingga ketika virusnya masuk, tubuh bisa langsung mengeluarkan antibodi untuk melawan.
Adapun vaksin HPV yang diberikan dalam program ini adalah yang dapat melindungi tubuh dari empat tipe HPV (tipe 6, 11, 16, dan 18). Vaksin ini telah mendapat sertifikat Halal dari Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA) yang juga telah diakui oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Berbagai studi menunjukkan vaksinasi HPV yang dilakukan secara nasional efektif menekan terjadinya kanker serviks. Seperti apa yang dilakukan di Amerika Serikat dan Australia misalnya. Kedua negara ini berhasil menurunkan insiden kanker serviks secara signifikan sampai 75 persen setelah menjalankan program vaksinasi HPV secara nasional sejak 10 tahun belakangan.
Satgas ingatkan masih 120 ribu anak perempuan belum dapat vaksin HPV
Selasa, 14 Januari 2020 12:32 WIB
Vaksin ini telah mendapat sertifikat Halal dari Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA) yang juga telah diakui oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).