Jakarta (ANTARA) - Data pertanian menunjukan minat generasi muda (milenial) untuk terjun di sektor pertanian masih sangat memprihatinkan mayoritas didominasi usia 45 tahun ke atas.
Padahal menurut Midzon Johannis selaku perwakilan dari Industri Perlindungan Tanaman dan Perbenihan kontribusi petani ini di berbagai negara sangat penting untuk memperkuat ketahanan pangan.
Perbandingannya saat ini seorang petani memberikan makan kepada 600.000 masyarakat, itupun mayoritas petani pendidikannya masih SMP ke bawah.
Midzon mengingatkan kalau krisis SDM di sektor pertanian tidak diantisipasi ke depannya Indonesia bakal mengalami krisis pangan. Bahkan diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun ke depan negara-negara Asia akan mengalami krisis pangan.
Menurut Midzon untuk mengamankan ketahanan pangan dalam kurun 10 tahun ke depan maka membutuhkan investasi yang besar tidak hanya SDM tetapi juga teknologi.
Tantangan untuk menjadikan Indonesia mandiri dibidang pangan memang bukanlah pekerjaan mudah. Perubahan iklim, ragam penyakit tanaman, serta alih fungsi lahan masih menjadi tantangan berat yang harus dihadapi.
Kondisi cuaca yang kian sulit diprediksi, mulai dari kemarau panjang atau bahkan hujan deras terus memerus menimbulkan beragam penyakit yang membuat beban petani juga semakin berat.
Midzon menjelaskan kondisi yang penuh tantangan ke depan di sektor pertanian tentunya menuntut SDM yang mampu mengawinkan teknologi internet dengan pengembangan budi daya pertanian, sayangnya generasi milenial masih jarang yang tertarik untuk menekuni pertanian.
Sedangkan menurut Ketua Institute for Food and Agriculture Development Studies (IFADS) Iskandar Andi Nuhung semua stakeholders perlu bersinergi dan berkontribusi dalam bidang food and agriculture (FA) untuk menjawab tantangan di sektor pertanian yang kian berat tersebut.
Stakeholders dimaksud bukan hanya pemerintah atau kementerian pertanian, tetapi juga penyuluh lapangan, pemerintah daerah, industri, akademisi, milenial maupun media.
IFADS sendiri merupakan organisasi yang kerap menggelar diskusi dan dialog terkait FA sebagai upaya meningkat kesadaran kepada pemerintah dan masyarakat terhadap persoalan yang akan dihadapi ke depannya apabila tidak segera diantisipasi sejak sekarang.
Andi mengungkapkan populasi masyarakat Indonesia yang diperkirakan mencapai 300 juta pada tahun 2030 membuat pemerintah harus mengantisipasi langkah-langkah tepat untuk menyediakan pangan yang memadai, aman, dan berkualitas.
Berbagai upaya tentu perlu dilakukan, seperti meningkatkan produksi pertanian yang diselaraskan dengan program berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Pemerintah sudah mempunyai Roadmap SDGs menuju 2030 yang sejalan dengan SDGs yang telah ditetapkan oleh PBB.
Tujuan SDGs dalam bidang pertanian adalah mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian berkelanjutan.
Beberapa komitmen yang bisa dilakukan antara lain membuat tanaman menjadi lebih efisien, menyelamatkan lebih banyak lahan pertanian, membantu keanekaragaman hayati untuk berkembang, memberdayakan petani kecil, mendukung keamanan pangan bagi manusia, dan melindungi setiap pekerja.
Andi menjelaskan untuk mewujudkan berbagai komitmen tersebut di Indonesia, maka perlu didukung SDM khususnya petani dan penyuluh pertanian.
Andi juga mengungkapkan kalau persoalan serius ke depannya terkait dengan besar petani Indonesia berusia 45 tahun ke atas atau lebih. Tanpa adanya regenerasi, Indonesia terancam akan kekurangan SDM yang bekerja di sektor pertanian. Untuk itu pemerintah dan industri perlu mendorong generasi milenial untuk terjun di sektor pertanian.
Umur bukanlah satu-satunya faktor berkurangnya sumber daya manusia di sektor pertanian Indonesia. Produktivitas yang rendah, yang disebabkan oleh kurangnya akses ke teknologi dan informasi pertanian modern, telah memaksa banyak petani untuk beralih ke pekerjaan yang lebih cepat menghasilkan.
Habibi Garden
Tatkala masih jarang milenial enggan untuk masuk ke dunia pertanian karena profesi ini dinilai sebagai pekerjaan kasar, berkotor-kotoran, serta penghasilan rendah terdapat sosok milenial Irsan Rajamin yang mendirikan Habibi Garden perusahaan startup yang bergerak dibidang pertanian.
Irsan mengaku sepertihalnya dengan milenial lainnya awalnya memang akrab dengan dunia gadget, media sosial, dan teknologi digital bahkan setelah lulus kuliah dia lebih memilih berkerja di salah satu perusahaan elektronika tebesar asal Korea.
Menurut Irsan ketertarikan di dunia pertanian juga karena sejak kecil akrab dengan permainan strategi Harvest Moon, dimana pemain dituntut untuk menjaga tanamannya sampai panen dengan memberikan pupuk, obat, air, dan sebagainya.
Irsan kemudian berinisiatif untuk mengaplikasikan teknologi terhadap tanaman ini setelah melihat ibunya bersusah payah menanami pekarangannya. Milenial ini kemudian membuat teknologi untuk memudahkan bercocok tanam.
Melalui teknologi yang dibuatnya petani tidak perlu lagi untuk memelihara tanaman. Semuanya diserahkan kepada teknologi mulai dari penyiraman, pemupukan, pemberian obat (pestisida), sampai panen semuanya dapat dimonitor melalui aplikasi.
Andi bersama rekan-rekannya menawarkan solusi, bagaimana memanfaatkan teknologi pertanian 4.0 untuk menarik milenial agar mau terjun di sektor pertanian, caranya dengan menerapkan teknologi berbasis Internet of Things (IoT).
Irsan juga mempresentasikan beberapa proyeknya yang telah berhasil dalam pemanfaatan IoT. Ia mencontohkan keberhasilan Pak Sarwo, seorang petani cabe di Lampung, yang telah berhasil meningkatkat produksinya hingga 8 ton per hektar setelah memanfaatkan teknologi digital kreasi Habibi Garden dalam pemantauan kebutuhan air pada tanaman cabe.
Midzon Johannis memaparkan hadirnya teknologi yang diusung Habibi Garden menunjukan pentingnya riset dan pengembangan untuk menjawab tantangan sektor pertanian modern di Indonesia ke depan.
Menurut dia riset dan perspektif petani sebagai aspek fundamental dalam pengembangan teknologi perlindungan tanaman dan benih. Data riset yang dihasilkan menjawab kontribusi teknologi terhadap kualitas dan keamanan pangan, peningkatan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani serta penanganan tantangan lingkungan pertanian.
Midzon mengatakan banyak program yang mendukung Kementerian Pertanian untuk meningkatkan kapasitas petani kecil seperti meningkatkan produktivitas melalui Klub 10 Ton, menyusun rantai pasokan terpadu dan model pembiayaan mikro, mengadakan pelatihan bagi Usaha Kecil Menengah dalam program Partner Grow, pelatihan manajemen keamanan dan kesehatan bagi petani dalam program Stewardship, mengadakan pusat pembelajaran pertanian, dan ekspo pertanian di berbagai wilayah di Indonesia.
Sementara, Profesor Dr. Ir. Dadang, M.Sc., sebagai Ketua Tim Teknis Komisi Pestisida mengungkapkan bahwa potensi sektor pertanian di Indonesia masih sangat besar karena Indonesia merupakan salah satu pusat mega diversity tanaman pangan di dunia, beriklim tropis, bisa bercocok tanam sepanjang tahun, beraneka jenis tanaman pangan dan perkebunan bisa tumbuh, dan mempunyai potensi pasar yang besar.
Dadang mengatakan persoalan SDM ini jangan dianggap sepele karena menyangkut ketahanan pangan di masa mendatang. Patut diingat saat krisis 98 satu-satunya sektor yang surplus hanya pertanian.
Indonesia menuju pertanian 4.0, masih butuh kerja keras
Jumat, 13 Desember 2019 19:03 WIB
Generasi milenial masih jarang menekuni sektor pertanian sebagai pekerjaan