Jakarta (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) meminta pemerintah tidak menunda lagi kenaikan tarif penyeberangan antarprovinsi.
“Maka kami minta sebelum Oktober ada pelantikan (kabinet) harus naik dulu,” kata Ketua Gapasdap Khoiri Soetomo usai Rapat Uji Publik RPM Mekanisme Penetapan dan Formula Perhitungan Tarif serta Penyesuaian Tarif Angkutan Antarprovinsi di Jakarta, Selasa.
Khoiri menjelaskan tarif penyeberangan tersebut sudah 16 tahun tidak mengalami penyesuaian, sementara itu beban keselamatan yang ditanggung sama seperti moda angkutan lainnya.
Formulasi pentarifan angkutan penyeberangan antarprovinsi diatur dalam KM 58 Tahun 2003 tentang Mekanisme Penetapan Dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan.
Sementara itu, payung hukumnya sendiri tercantum dalam PM 30 Tahun 2017 tentang Tarif Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Lintas Antarprovinsi.
“Saat ini kita memperhatikan keselamatan pelayaran dengan regulasi internasional yang sangat tinggi, jadi semua penumpang harus dicatat dan dilaporkan,” ujarnya.
Dia menambahkan tarif angkutan penyeberangan tidak mengalami kenaikan yang signifikan baik hari biasa maupun masa ramai (peak season), seperti pada saat Lebaran, Natal dan Tahun Baru.
“Di mana moda transportasi lain itu mengalami kenaikan tiga sampai empat kali lipat meski itu pagi atau sore atau hari biasa saat ‘peak season’,” katanya.
Sementara itu, biaya operasional penyeberangan juga tinggi, di mana komponen kapal seperti mesin induk, mesin bantu dan alat navigasi yang harus didatangkan dari luar negeri, seperti dari Eropa, China, Amerika Serikat dan Jepang.
“Semua impor dan kita menggunakan valuta asing,” katanya.
Ditambah dengan saat ini proses impor barang dinilai lebih sulit dengan bea masuk yang tinggi.
“Dulu untuk mengimpor komponen itu relatif cepat, relatif mudah, saat ini lebih mahal, lebih lama, lebih berbelit-belit karena dari Kementerian Keuangan dari pendapatan dari bea masuk, bea cukai tinggi,” katanya.
Khoiri mencontohkan tarif penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, yakni Rp6.500 di mana operator hanya menerima Rp2.800, sisanya disetor kepada operator pelabuhan, misalnya ASDP Indonesia Ferry Rp2.900, belum lagi biaya asuransi Jasa Raharja dan retribusi Pemda.
“Banyak anggota kami jangankan mengembalikan investasi ke bank, ke leasing, mau bayar gaji karyawannya saja terlambat. Itu kondisi sekarang, kan bahaya yang digadaikan keselamatan pelayaran,” ujarnya.