Menurutnya, pengelolaan kualitas air yang baik, dapat meminimalkan risiko penyakit udang sehingga dapat meningkatkan produksi.
"Usaha budidaya di tambak itu semua terkondisikan lewat manajemen pengelolaan kualitas air. Mungkin saat ini yang perlu untuk segera dilakukan, upgrade terkait kemampuan pengelolaan manajemen di perairan," ujar Toha di Cilegon, Kamis.
Baca juga: Kunci peningkatan produksi, deteksi dini penyakit udang vannamei
Baca juga: Kunci peningkatan produksi, deteksi dini penyakit udang vannamei
Toha menjelaskan beberapa penyakit udang yang sering ditemukan adalah penyakit endemik seperti WSSV (White Spot Syndrome Virus), IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus) dan bakteri patogen vibrio.
Namun untungnya, menurut Toha sejumlah penyakit tersebut tidak membuat produksi udang di Banten turun secara signifikan, karena kondisi air terjaga.
"Mungkin matinya (udang) seharusnya massal, menjadi sekilo per harinya," kata dia.
Baca juga: Dampingi Menteri KKP, Bupati Serang Dorong Program Budidaya Nila dan Udang
Baca juga: Dampingi Menteri KKP, Bupati Serang Dorong Program Budidaya Nila dan Udang
Menurut dia, pada hakikatnya memelihara ikan adalah memelihara air. Sehingga tidak pernah ada satu kejadian penyakit itu tanpa didahului oleh kualitas air yang tidak baik.
"Tugas kita bukan semata-mata fokus di penyakitnya tetapi bagaimana kualitas air dari pH, nitrat, nitrit, amonia dan sebagainya, itu kondisi optimum untuk udang," kata dia.
Toha mengatakan setiap usaha budidaya dan pembenihan udang harus tersertifikasi. Tujuannya, menjamin dari sisi keamanan pangan sehingga udang-udang yang diproduksi itu aman dikonsumsi dan tidak ada residu atau cemaran yang berbahaya.
Selain itu, untuk menjaga keberlanjutan bagaimana penyakit biar tidak tersebar keluar, sehingga budidaya udang bisa berkelanjutan.
Baca juga: Beralih Gunakan Listrik PLN, Petani Udang Vaname Hemat Hingga 33% Biaya Operasional
Baca juga: Beralih Gunakan Listrik PLN, Petani Udang Vaname Hemat Hingga 33% Biaya Operasional