Pemerintah Kabupaten Lebak,Provinsi Banten mengapresiasi angka prevalensi stunting atau kekerdilan dan pendek yang dialami anak- anak usia di bawa lima tahun akibat gagal tumbuh di daerah ini menurun atas keterlibatan para pihak.
"Awalnya kasus stunting di sini 27 persen atau 9.108 kasus ,namun kini menjadi 4.168 kasus," kata Ketua Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS) Kabupaten Lebak, Senin.
Baca juga: BPBD Kabupaten Lebak ingatkan warga waspada hujan lebat disertai angin kencang
Baca juga: BPBD Kabupaten Lebak ingatkan warga waspada hujan lebat disertai angin kencang
Menurunnya kasus prevalensi stunting di Kabupaten Lebak patut dihargai kerja keras semua pihak berjalan dengan baik.
Penanganan kasus stunting itu tidak hanya dilakukan pemerintah saja, namun melibatkan semua pihak, termasuk elemen masyarakat.
"Kita bekerja keras semua pihak agar kasus stunting dapat tertangani dengan baik," katanya menjelaskan.
Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Lebak berkomitmen untuk menurunkan kasus stunting sehingga kedepan dapat melahirkan generasi bangsa yang berkualitas dan memiliki sumber manusia yang handal guna mendukung era persaingan dunia.
Karena itu, tim TPPS berkolaborasi untuk penanganan kasus stunting dengan melibatkan Dinas Kesehatan, BKKBN, Dinas Permukiman, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Sosial, Dinas Pengendalian Penduduk,TNI, Polri hingga Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lebak.
Selain juga berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, lembaga pendidikan, komunitas dan organisasi perempuan.
"Kita berkeyakinan dengan melibatkan semua pihak ditargetkan kasus stunting nol persen,"kata Wakil Bupati Lebak.
Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Hj Tuti Nurasiah mengatakan pihaknya kini melakukan desiminasi audit kasus stunting dengan melakukan mulai kajian, identifikasi kasus dan pengambilan sampel untuk mengetahui permasalahan stunting di lapangan.
Apa yang menjadi dominan penyebab dan kenapa mereka positif stunting, sehingga desiminasi audit kasus stunting itu dapat mencari solusi yang tepat agar kasus stunting yang dialami anak-anak menurun.
Dalam desiminasi itu bertujuan untuk mencari data valid penyebab stunting, sehingga dapat mengatasinya secara seluas-luasnya maupun sedalam-dalamnya agar tidak terjadi kepada keluarga yang serupa.
"Kita jangan sampai kasus stunting itu kembali terjadi," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan, hasil desiminasi audisi kasus angka prevalensi stunting itu berdasarkan hasil implementasi dan rekomendasi empat pakar di antaranya ahli gizi, dokter spesialis anak, dokter spesialis kandungan.
Dari empat pakar itu, kata dia, penyebab stunting karena tidak memiliki jamban, air bersih kurang dan waktu melahirkan anaknya tidak diberikan Air Susu Ibu (ASI).
Selanjutnya, orang tuanya merokok di dalam rumah, sehingga semua warganya terpapar asap dan bisa menimbulkan stunting.
Selain itu, tidak membiasakan makan protein hewani dan anak yang rawan stunting itu anak kelima.
"Kita optimistis kasus prevalensi stunting menurun hingga 14 persen sampai tahun 2024, karena semua yang terlibat berjalan dengan baik untuk penanganannya, bahkan di tingkat kecamatan adanya orangtua asuh," kata Tuti.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Perencanaan, Penelitian, Pengembangan Daerah Kabupaten Lebak, Paryono mengatakan pemerintah berkomitmen untuk penanganan kasus stunting untuk menyelamatkan generasi bangsa. Saat ini, prevalensi angka stunting berdasarkan catatan BGM elektronik menurun dari 12,97 persen tahun 2017, namun kini 4,27 persen.
"Kami meyakini angka prevalensi stunting terus menurun," katanya menjelaskan.