Serang (ANTARA) - Pengamat hukum Juneidi D. Kamil mengatakan penting bagi pemilik unit tingkat tinggi (apartemen) yang mengalami gugatan kepailitan untuk mencermati perkembangan yang terjadi.
Geliat bisnis properti high rise building pada masa pandemi COVID-19 diwarnai dengan relatif banyak munculnya permohonan PKPU/Kepailitan terhadap pengembang properti.
Baca juga: PD Pasar luncurkan armada "Si Jampang" jual sayuran keliling
"Pengembang dan konsumen properti patut waspada atas adanya keinginan pihak-pihak tertentu yang mengajukan permohonan PKPU/Kepailitan terhadap pengembang. Mereka berusaha mendapatkan keuntungan dengan menjadikan tanah dan bangunan proyek properti sebagai boedel pailit. Pengembang dan konsumen properti dituntut pula untuk waspada adanya upaya untuk membatalkan kesepakatan perdamaian dalam proses PKPU/Kepailitan yang sudah dihomologasi," ucap Juneidi.
Saat ini beberapa pengembang yang dinyatakan PKPU berhasil berdamai dengan para kreditornya. Bahkan persetujuan untuk berdamai berasal dari sebagian besar kreditur. Ini menjadi kabar baik sekaligus membawa angin segar bagi pertumbuhan bisnis properti.
Keberhasilan berdamai ini patut menjadi pembelajaran (lesson learn) bagi pasar properti, bukan hanya penting bagi pengembang selaku debitor tetapi juga bagi para kreditor.
Proses menuju perdamaian yang berhasil dihomolagasi itu tidak mudah, relatif besar biaya, tenaga dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya. Untuk itu kesepakatan perdamaian yang dicapai harus terus dijaga kelangsungan dan pemenuhan komitmennya, sehingga harapan investasi dari semua pihak dapat terealisasi.
Konsumen properti harus cerdas, sehingga dibutuhkan upaya edukasi dalam banyak aspek. Upaya edukasi ini bukan saja dalam hal potensi pendapatan pengembalian investasi yang dikenal dengan return of invesment (ROI), tetapi juga edukasi terkait risiko legal (legal risk) yang muncul selama investasi.
Relatif banyaknya pengembang properti dimohonkan PKPU/Kepailitan di Pengadilan Niaga seringkali membuat konsumen properti menjadi gelisah dan khawatir dengan investasinya. Dalam keadaan tertentu, konsumen tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan investasinya.
Berperkara di pengadilan itu digambarkan dalam sebuah kata bijak, "Arang habis besi binasa" artinya sama-sama rugi. Pihak debitor dan kreditor sama-sama dalam keadaan rugi, oleh karenanya langkah non litigasi dapat menjadi pilihan yang lebih baik.
Paradigma penyelesaian sengketa utang dengan jalur non litigasi ini menjadi penting agar penyelesaian perkara tidak dimanfaatkan pihak lain yang memiliki motif terselubung untuk mengeruk keuntungan ekonomi bagi dirinya sendiri.
Dalam aspek legal, konsumen properti jangan terlalu latah untuk mengajukan permohonan PKPU/Kepailitan properti. Beberapa kasus memperlihatkan pihak konsumen properti ditunggangi oleh pihak lain untuk meraih keuntungan. Konsumen properti sebaiknya waspada ulah dari pihak ketiga yang opportunis ini. Mereka menangguk di air keruh, mengambil keuntungan di saat banyak yang dilanda nestapa.
Memenuhi Komitmen
Kesepakatan perdamaian yang berhasil disahkan (homologasi) harus terus dipertahankan kelangsungannya. Bangunan properti, sarana dan prasarana serta legalitas kepemilikan sesuai spesifikasi yang ditawarkan pengembang harus dapat dinikmati konsumen properti. Konsumen properti juga harus memberi ruang waktu serta menyelesaikan pembayaran uang muka serta pelunasannya kepada pengembang.
Perdamaian homologasi mengikat serta melindungi kepentingan para pihak sesuai kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian perdamaian. Apalagi persetujuan perdamaian itu diambil dari sebuah itikad baik yang telah mendapat persetujuan dari mayoritas kreditor.
Monitoring terhadap pelaksanaan komitmen dalam perdamaian penting dilakukan oleh para pihak, untuk itu perlu adanya jalinan komunikasi yang harmoni di antara para pihak.
Pemungutan suara (voting) dalam suatu perdamaian diatur berdasarkan pasal 281 ayat 1 UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK/PKPU).
Rencana perdamaian dapat diterima apabila kamar kreditor konkuren maupun kamar kreditor separatis disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor yang haknya diakui atau sementara diakui serta tagihannya sudah mewakilli 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang didaftarkan.
Berdasarkan ketentuan ini, maka masing-masing kamar kreditor separatis maupun kreditor konkuren wajib menyepakatinya. Jika salah satu tidak sepakat, maka debitor akan berakhir pailit.
Selanjutnya berdasarkan pasal 226 UUK/PKPU, dengan diperolehnya homologasi perdamaian maka PKPU berakhir demi hukum. Pengurus PKPU wajib mengumumkan pengakhiran PKPU dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit (dua) surat kabar harian yang telah ditunjuk oleh Hakim Pengawas.
Setelah homologasi diperoleh, pemenuhan kewajiban sesuai komitmen perlu dikomunikasikan oleh debitor kepada seluruh kreditor. Komunikasi ini menjadi penting untuk menumbuhkan keyakinan dari para kreditor agar tidak mudah terpengaruh akan informasi-informasi tidak benar dari pihak-pihak yang tidak memiliki itikad baik.
Adanya upaya pihak ketiga untuk membatalkan perdamaian yang dihomologasi perlu diwaspadai. Biasanya pihak-pihak ini memanfaatkan situasi untuk keuntungan dirinya sendiri, dan mencari celah yang dapat dimanfaatkan untuk membatalkan kesepakatan perdamaian yang dihomologasi, tanpa mau peduli dengan kesengsaraan yang akan dialami kreditor lainnya.
Pembatalan kesepakatan perdamaian yang dihomologasi bisa membuat blunder. Di satu sisi, pengembang properti menjadi terganggu konsentrasinya untuk terus menyelesaikan komitmen pemenuhan perdamaian yang dihomologasi. Di sisi lain, banyak kreditor yang akan kembali merasa terancam atas pengembalian dana investasinya.
Harus disadari, penyelesaian sengketa utang apabila terjadi kepailitan merupakan proses yang akan berlangsung sangat lama.
Hingga kini belum ada cerita sukses konsumen properti yang mendapatkan pengembalian investasi yang optimal dalam pemberesan boedel pailit. Keadaan ini disebabkan karena konsumen properti merupakan kreditor konkuren yang kedudukannya berada di bawah kreditor preference dan kreditor separatis.
Ada beberapa hal yang justru merugikan kreditor jika kepailitan terjadi. Misalnya, dalam kasus kepailitan Kemanggisan Residence, konsumen properti hanya mendapatkan sekitar 38 % saja dari harga pembelian properti sebelumnya. Belum lagi dengan kerugian lain, misalnya, jika apartemen itu dibeli dengan skema kredit pemilikan apartemen (KPA), kepailitan justru menyebabkan kredit kreditor di bank akan berstatus macet, dan kreditor akan tercatat buruk dalam sistem layanan informasi jasa keuangan (SLIK).
Baik buruknya nilai investasi properti sebenarnya bergantung pada iklim positif dunia properti itu sendiri. Dalam konteks tercapainya perdamaian homologasi, konsumen properti selaku kreditor yang telah menyetujui perdamaian seyogyanya berkontribusi untuk meningkatkan nilai (value) dari proyek properti yang dibelinya.