Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zilzaliana, Shidqi, dan Rais di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Senin (23/5).
Baca juga: Penyidik KPK periksa tersangka kasus korupsi pengadaan Helikopter AW-101
Sidang dengan majelis hakim diketuai Nani Sukmawati serta didampingi Sadri dan Dedi masing-masing sebagai hakim anggota.
Adapun dua pejabat tersebut yakni Alimin Hasan, menjabat Kepala Bidang Pembibitan dan Produksi Ternak Dinas Peternakan Aceh yang juga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pengadaan sapi.
Serta terdakwa Ichwan Perdana, menjabat Kepala Seksi Standarisasi Mutu Ternak pada Dinas Peternakan Aceh, yang juga selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Para terdakwa hadir ke ruang sidang didampingi Zulfan, M Nasir, dan Desi Amalia masing-masing sebagai penasihat hukum.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut kedua terdakwa membayar denda sebesar Rp300 juta dengan subsidair atau hukuman pengganti selama enam bulan penjara.
"Perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP," kata JPU
JPU mengatakan Pemerintah Aceh melalui Dinas Peternakan melakukan pengadaan 225 ekor sapi dengan anggaran mencapai Rp3,4 miliar para tahun anggaran 2017.
Namun dalam pelaksanaannya, pengadaan sapi tidak sesuai kontrak kerja. Dalam kontrak, pengadaan sapi harus berasal tempat pembibitan yang memenuhi syarat, sehat, dan, lainnya.
"Selain itu, sapi-sapi yang dibeli tidak dilengkapi sertifikasi. Sapi-sapi tersebut juga dibeli bukan dari tempat pembibitan sesuai kontrak kerja. Semua itu disampaikan sejumlah saksi dan ahli dalam persidangan," kata JPU.
Akibat perbuatannya para terdakwa, kata JPU, negara dirugikan mencapai Rp1,236 miliar. Kerugian negara tersebut berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh.
Sebelum mengajukan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Hal memberatkan, perbuatan kedua terdakwa menarik perhatian masyarakat. Kedua terdakwa selaku aparatur sipil negara tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.
"Sedangkan hal meringankan belum pernah dihukum bersikap sopan di persidangan serta mempunyai tanggungan keluarga dan menyesali perbuatannya," kata JPU.
Atas tuntutan tersebut, penasihat hukum terdakwa Zulfan dan kawan-kawan akan mengajukan nota pembelaan. Majelis hakim melanjutkan sidang pada 27 Mei 2022 dengan agenda mendengarkan nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya.