Kota Cilegon (ANTARA) - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengusulkan kenaikan tarif angkutan penyeberangan. Pasalnya, tarif yang berlaku pada angkutan penyeberangan lintas antar provinsi saat ini yang mengacu berdasarkan keputusan menteri (KM) 92 Tahun 2020 yang berlaku mulai tanggal 01 Mei 2022. Sesuai dengan peraturan menteri (PM) 66 Tahun 2019 pada pasal 19 bahwa Direktorat Jenderal melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap besaran tarif dasar yang ditetapkan oleh menteri setiap enam bulan. Namun hingga saat ini, evaluasi besaran tarif dasar tersebut belum berjalan.
Besaran tarif angkutan penyeberangan sesuai dengan KM 92 Tahun 2020,sebenarnya masih dibawah perhitungan HPP yang telah dilakukan
perhitungan secara bersama-sama antara pemerintah, asosiasi angkutanpenyeberangan dan yayasan lembaga konsumen, dengan besaran rata-rata68% (enam puluh delapan persen) dari HPP. Sedangkan sesuai dengan PM 66 Tahun 2019 pada pasal 8, bahwa apabila keputusan kenaikan tarif belum mencapai HPP, maka dapat dilakukan secara bertahap sampai dengan mencapai nilai seratus persen dari nilai HPP.
Dalam perjalanan selama dua tahun sejak mulai diberlakukannya tarifangkutan penyeberangan berdasarkan KM 92 Tahun 2020 pada tanggal 1
Mei 2020. Telah terjadi kenaikan biaya pada industri angkutan penyeberangan, seperti kenaikan biaya akibat kenaikan kurs dollar (mayoritas komponen angkutan penyeberangan adalah impor), sehingga mempengaruhi
kenaikan biaya perawatan, spare part. Kenaikan biaya klasifikasi dan tarif galangan kapal membuat biaya perawatan kapal semakin tinggi. Ditambah kenaikan UMR, menyebabkan kenaikan biaya SDM. Kenaikan biaya akibat perubahan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dari 10% menjadi 11% per tanggal 01 April 2022. Ditambah dengan adanya kenaikan biaya biaya lain akibat adanya inflasi.
"Sehubungan dengan butir tersebut diatas, kami mengajukan kenaikan tarif lintas angkutan penyeberangan antar provinsi rata-rata sebesar 24%," Tegas Khoiri.
Tak hanya menyoal soal tarif, Pihak Gapasdap juga meminta agar ASDP fokus terhadap pelayanan sebagai operator Pelabuhan, mengingat kondisi lintas penyeberangan saat ini hampir di semua lintas strategis yang menyebabkan over supply jumlah kapal.
Kondisi ini menurutnya, tidak diimbangi dengan penambahan jumlah dermaga, Sehingga tidak semua kapal yang ada dapat ditampung di sejumlah dermaga yang ada dilintas tersebut.
"Karena kondisi itu, setiap harinya operasi masing-masing kapal rata-rata hanya 30%, dimana kondisi tersebut terjadi sejak tahun 2015. Dan ini tidak kunjung membaik, karena PTASDP sebagai pengelola pelabuhan tidak melakukan penambahan jumlah
dermaga yang ada," katanya.
Selain itu menurutnya, banyak dermaga yang kondisinya sudah mengkhawatirkan, seperti kondisi fender yang tanpa karet yang kerap merusak badan kapal, maupun beberapa bagian dermaga yang memang sudah tidak layak sehingga berpotensi terjadi senggolan kapal yang beroperasi.Gapasdap berharap ASDP Kembali fokus untuk melakukan pengelolaan pelabuhan secara baik, dan tidak hanya fokus pada dermaga yang hanya menguntungkan perusahaan sendiri saja.
Gapasdap juga berharap pemberlakuan regulasi ODOL dapat secepatnya dilakukan. Dan tidak alasan untuk melakukan penundaan. Keberadaan ODOL dinilai sangat membahayakan keselamatan baik ketika kendaraanjalan di darat maupun mengikuti pelayaran. Hal ini karena beberapa resiko yang dapat dihadapi para pelaku usaha kapal penyeberangan, yang ditimbulkan akibat adanya kendaraan ODOL.
Dimana kendaraan yang naik ke kapal karena over load dan memilikiketinggian lebih, akan membuat kapal memiliki stabilitas negatif, dan
hal ini akan membahayakan keselamatan pelayaran. Tak jarang terjadi kendaraan kehilangan keseimbangan ketika masuk ke kapal sehingga tercebur ke laut, maupun roboh di dalam kapal. Kendaraan ODOL juga akan mengakibatkan garis muat kapal
lebih cepat tenggelam.
Jelang lebaran, DPP Gapasdap usulkan kenaikan tarif angkutan penyeberangan
Kamis, 7 April 2022 22:05 WIB
Karena kondisi itu, setiap harinya operasi masing-masing kapal rata-rata hanya 30%, dimana kondisi tersebut terjadi sejak tahun 2015. Dan ini tidak kunjung membaik, karena PT ASDP sebagai pengelola pelabuhan tidak melakukan penambahan jumlah
dermag