Jakarta (Antara News) - Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) kembali melatih tenaga relawan perdesaan sehat yang ditujukan untuk mengawal layanan kesehatan masyarakat di kabupaten tertinggal termasuk dalam mengakses sistem jaminan sosial nasional bidang kesehatan.
"Relawan dari kalangan perguruan tinggi nantinya akan memantau kegiatan masyarakat dalam mengakses layanan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) di daerah tertinggal," kata Asisten Deputi Urusan Sumber Daya Kesehatan, Hanibal Hamidi di Jakarta, Kamis.
Hanibal mengatakan, relawan ini juga akan dilibatkan pada upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan program layanan kesehatan di masyarakat seperti budaya sehat, layanan air bersih, sanitasi.
Kegiatan pembekalan dan pelatihan bagi relawan ini dibuka Rabu (26/4) di Puncak Bogor Jawa Barat dalam upaya mencapai prioritas layanan kesehatan masyarakat di 10 daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik, jelas Hanibal.
Sasaran 2014 mencakup Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 72,2, pertumbuhan ekonomi 7,1 persen, penduduk miskin 14,2 persen, dan pengangguran turun 2,2 persen, targetnya 50 kabupaten menjadi daerah tidak tertinggal.
Terdapat enam fokus prioritas diantaranya peningkatan pelayanan kesehatan berkualitas dan terjangkau di daerah tertinggal termasuk memantau kinerja Puskesmas di daerah tertinggal.
Hanibal mengatakan, data menunjukan layanan kesehatan Indonesia masih rendah bahkan di bawah Vietnam, bahkan kalau melihat data angka kematian ibu dan anak peringkatnya masih di bawah, satu tingkat di atas Timor Leste pada urutan terbawah.
Pendampingan layanan kesehatan berkerja sama dengan Universitas Andalas untuk Sumatra, Universitas Airlangga untuk Jawa, Universitas Mataram untuk Nusa Tenggara Barat dan Timur, Universitas Tanjung Pura untuk Kalimantan, Universitas Hassanudin untuk Sulawesi, Universitas Pattimura untuk Maluku, dan Universitas Cendrawasih untuk Papua.
Relawan yang terlibat sekitar 200 orang dari 84 kabupaten tertinggal serta program ini sudah memasuki tahun kedua, penempatannya tidak seragam berkisar 1 sampai 4 orang di setiap kabupaten tergantung kondisi geografis dan ekonomi.
Hanibal mengatakan, progam semacam ini tidak akan berhenti pada tahun 2014 setelah Pemilu karena sesuai amanat konstitusi kendali persoalan kependudukan termasuk layanan kesehatan harus terus dilakukan, bahkan sesuai dengan komitmen politik telah dimasukan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah sampai dengan 2025.
Relawan memiliki tugas mengawal kebijakan pemerintah daerah terkait dengan program perdesaan sehat termasuk menjaga agar pelaksanaannya berjalan secara transparan, serta melaporkan secara berkala melalui media online www.perdesaansehat.or.id sehingga dapat diakses media cetak dan elektronik.
Merinci tugas relawan, Hanibal mengatakan, memantau program pemerintah pusat melalui kementerian terkait, program pemerintah kabupaten, layanan puskesmas, akses jalan, perbaikan gizi, ketahanan pangan, advokasi, dan supervisi.
Program ini memiliki jangka waktu apabila dirasakan sudah memenuhi sasaran maka akan dipindahkan ke daerah lain, karena progam ini bertujuan agar masyarakat dapat mandiri dibidang kesehatan jangan terus menerus disusui.
Penerapan BPJS di daerah tertinggal memiliki kendala diantaranya, jumlah dan kualitas tenaga kesehatan yang belum merata, biaya tinggi karena sulit dijangkau, prasarana kesehatan belum merata, basis data kelompok sasaran masih harus dikoordinasikan, dan pembiayaan daerah pada sektor kesehatan masih rendah.
Terkait sistem jaminan sosial nasional (SJSN), Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama Said Aqil Siradj mengatakan, NU mendukung sepenuhnya pelaksanaan pembangunan nasional dibidang kesehatan melalui sistem kesehatan nasional yang mampu menjamin pencapaian amanah UUD dan UU.
NU juga mendukung penuh, pelaksanaan SJSN yang bertanggungjawab sesuai prinsip-prinsip pemerintah yang bersih dan tata kelola pemerintahan yang baik. Terkait hal itu NU akan melakukan pengawasan secara intensif dan komprehensif pelaksanaan BPJS kesehatan serta membantu melakukan sosialisasi melalui jaringan organisasi ditingkat desa sampai ke masyarakat.
Said Aqil mengatakan, NU juga akan memberikan kritik konstruktif dan masukan kepada pemerintah dalam membuat dan melaksanakan regulasi atas masalah-masalah yang timbul dalam proses pelaksanaan BPJS bidang kesehatan.
NU juga menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait SJSN diantaranya perlunya upaya lebih serius bagi percepatan pemberdayaan masyarakat melalui regulasi sehingga mampu mempercepat peningkatan kapasitas kelembagaan kesehatan pemerintah dan masyarakat sesuai potensi dan tantangan pembangunan kesehatan di perdesaan.
Untuk mengurangi ketidaktepatan sasaran peserta Jamkesmas (sejak 2014 menjadi penerima bantuan iuran (PBI), maka penetapan penduduk miskin dan tidak mampu peserta sebaiknya melibatkan peran aktif masyarakat serta ditetapkan pemerintah kabupaten (bukan pemerintah pusat).
Pemerintah pusat hanya berperan dalam menetapkan kuota alokasi per kabupaten berikut kriteria untuk menetapkan penduduk miskin dan tidak mampu peserta PBI, jelas Said Aqil yang juga turut serta memberikan pembekalan kepada relawan pembangunan perdesaan sehat.