Pelaksana Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Kabupaten Lebak, Banten, Agus Haerudin mengatakan pesantren bagian garda terdepan membangun toleransi dan kerukunan sehingga bangsa ini menjadi kuat untuk menjalin persatuan dan kesatuan di Indonesia.
"Persatuan dan kesatuan merupakan cerminan jiwa santri yang cinta terhadap tanah air juga penuh kedamaian di tengah perbedaan keberagaman itu, " kata Agus Haerudin di Lebak, Selasa.
Pandangan toleransi dan kerukunan itu, karena Allah menciptakan manusia di muka bumi dengan perbedaan baik suku bangsa dan keyakinan.
Namun, perbedaan itu menjadikan kekuatan untuk menjalin persatuan dan kesatuan tanpa menimbulkan permusuhan dan kebencian.
Sebab, jika suatu negeri itu penuh kedamaian , toleransi, keharmonisan dan kerukunan maka kehidupan sangat indah.
Selama ini, kata dia, pendidikan pesantren tradisional atau Salapiyah di Kabupaten Lebak sepenuhnya mengkaji kitab kuning untuk membahas tentang ilmu fiqih, Ibadah, akidah, tasauf hingga tafsir Alquran.
Sedangkan, pesantren modern dipadukan ilmu Agama Islam dan pendidikan umum, seperti Bahasa Inggris.
Oleh karena itu, pendidikan pesantren di Kabupaten Lebak hingga kini tidak ditemukan paham radikalisme dan terorisme.
Saat ini, kata dia, keberadaan pesantren di daerah ini tumbuh dan berkembang, bahkan hingga kini tercatat 1.700 pesantren.
Sebagian besar pesantren tersebut dikelola oleh masyarakat secara tradisional dan sebagian Kevin pesantren modern.
"Kami mengapresiasi semua pesantren itu dibangun masyarakat maupun pengelolanya Kiyai maupun ustad itu, " kata Agus.
Pimpinan Ponpes Mabdaul Hidayah Rangkasbitung, Kabupaten Lebak KH Dace Sofian Suri mengatakan dirinya mendirikan pesantren ini untuk mencetak santri yang memiliki sikap toleransi di tengah perbedaan keberagaman.
Ajaran Islam wajib memiliki sikap toleransi, menghargai serta menghormati sebagaimana "Lakum Dinukum Waliyaddin" atau bagimu agamamu, bagiku agamaku.
Selain itu juga saling mencintai, kasih sayang, kedamaian dan melestarikan nilai-nilai silatuhrahmi.
Apalagi, Indonesia merupakan negara besar dan pluralisme yang memiliki perbedaan keragaman kultur budaya, agama, ras dan bahasa.
Namun, perbedaan keragaman itu semakin kuat dan kokoh menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
"Semua santri itu mengembangkan hidup toleransi, damai, menghargai serta menghormati juga mencintai NKRI," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan, jumlah santri yang belajar di sini tercatat 350 santri dan mereka berbagai daerah di Tanah Air.
Metode yang diajarkan di ponpes tersebut adalah sistem bandungan (dengar) dan sorogan (sendiri).
Ponpes Mabdaul Hidayah khas Ponpes Salafiyah yang memperdalam kitab kuning dengan sistem coretan untuk memaknai isi kitab itu.
Sebab kitab kuning itu disebut kitab gundul karena huruf-hurufnya belum memiliki tanda baca dzoma, fathah dan kasrah, katanya.
Pendalaman ilmu Fiqih, tambahnya, seperti kitab Fathul Muin, Tasauf kitab Nasuhaibad, Tafsir Alqunan kitab Jalalen dan Tafsir Yasin, dan ilmu kalimat bahasa Arab kitab Alfiyah dan Nahu.
Disamping juga pengembangan qiroat dan tilawatil Quran.
"Kami berharap santri bisa mengembangkan ilmu agama di masyarakat," kata Dace sambil menyatakan ponpes yang didirikan tahun 2005 itu telah meluluskan ribuan santri.