Tangerang Selatan (ANTARA) - Pendidikan merupakan kebutuhan setiap orang. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan di Indonesia telah mengalami berbagai perkembangan sejak periode kemerdekaan. Begitu pula sistem dan kurikulum pembelajaran yang telah mengalami naik turun dan perubahan mulai dari Kurikulum Rentjana tahun 1947 hingga Kurikulum 2013.
Pengalaman empiris telah membuktikan bahwa negara yang rakyatnya dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran adalah negara yang memulai pembangunannya melalui pendidikan meski tidak memiliki sumber daya alam yang cukup. Pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadi jalan untuk meningkatkan kemakmuran bangsanya. Sebagai contoh adalah negara-negara seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Cina, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Oleh karena itu, pemerintah selalu berupaya untuk menyempurnakan sistem yang selama ini telah berjalan. Tak sedikit upaya yang telah dilakukan, termasuk melakukan studi banding dengan negara lain. Walau tidak mungkin mengadopsi 100% sistem dan kurikulum pembelajaran dari negara lain, namun pemerintah berusaha untuk memperoleh jalan tengah terbaik dan memutuskan seperti apa pendidikan yang kita butuhkan.
Seiring dengan kondisi tersebut, bermunculan komunitas dalam masyarakat yang kemudian mencari sistem pendidikan yang memiliki berbagai keunggulan, melebihi apa yang telah disediakan oleh sekolah milik pemerintah. Isu tentang rendahnya mutu pendidikan diyakini menjadi penyebab semakin berjamurnya komunitas-komunitas tersebut. Beragam informasi tentang pelajar Indonesia yang kurang dapat bersaing di dunia internasional pun menjadi perhatian tersendiri.
Kondisi ini membuat bermunculannya sekolah-sekolah swasta yang biayanya relatif mahal namun sangat memperhatikan faktor guru yang mengajar, siswa yang belajar, metode dan materi pembelajaran, serta sarana penunjang kegiatan belajar mengajar yang sangat lengkap dan prima.
Meningkatnya kemampuan masyarakat Indonesia menimbulkan permintaan tersedianya sekolah-sekolah swasta semacam itu semakin tinggi. Hal ini menyebabkan banyak bermunculannya sekolah-sekolah swasta elit yang bersaing memberikan jaminan kualitas pendidikan yang eksklusif namun menuntut para “customer” nya untuk membayar biaya yang sangat tinggi.
Belum lagi cara berfikir banyak orang tua yang menganggap menyekolahkan anak dengan biaya mahal namun dengan kualitas yang mumpuni itu sebagai bentuk investasi masa depan, menjadi salah satu pemicu semakin berjamurnya lembaga-lembaga pendidikan swasta mahal tersebut. Dan tak dapat dipungkiri sektor pendidikan pun menjadi salah satu lahan bisnis baru yang sangat menjanjikan.
Reformasi Perpajakan Dunia Pendidikan
Pajak di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam membiayai pembangunan dan keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu sektor yang mendapatkan porsi sangat penting dari pembiayaan negara adalah sektor pendidikan. Negara setiap tahunnya mengalokasikan 20% dana APBN untuk sektor pendidikan. Hal ini memperlihatkan betapa besarnya perhatian dan upaya pemerintah dalam memberikan pendidikan yang berkualitas di Indonesia yang sekaligus mengemban misi sosial dan kemanusiaan (nirlaba). Pemerintah menyediakan pendidikan yang dapat dinikmati masyarakat banyak pada umumnya sehingga tidak menjadi objek pajak.
Namun kini cara pandang tentang dunia pendidikan berkembang seiring bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan yang tidak hanya mengemban misi sosial kemanusiaan namun juga profit oriented. Sekolah-sekolah dengan fasilitas yang eksklusif dengan biaya pendidikan sangat tinggi mulai bermunculan sebagai jawaban atas keinginan lapisan masyarakat tertentu akan kualitas pendidikan. Dunia pendidikan menjadi lahan bisnis baru yang sangat menjanjikan.
Perubahan cara pandang tentang dunia pendidikan sejatinya juga sejalan dengan cara pandang tentang pajak bagi dunia pendidikan. Dikala pendidikan sudah menjadi lahan bisnis bagi kalangan tertentu, maka sudah semestinya pemerintah memberikan perlakuan yang berbeda. Apalagi dalam kondisi dimana pemerintah tengah mencari tambahan potensi bagi pundi-pundi penerimaan.
Selama ini aspek perpajakan yang diberlakukan bagi dunia pendidikan meliputi PPh 21 atas gaji guru dan karyawan lainnya, PPh Pasal 4 ayat (2) atas kegiatan pembangunan gedung yang dilakukan kontraktor maupun pihak lain atas semua kegiatan jasa konstruksi lain, SPT Tahunan PPh Badan atas sisa lebih atau laba yayasan yang berasal dari objek pajak jika setelah dalam jangka waktu 4 tahun tidak digunakan untuk kebutuhan pembangunan gedung dan sarana-prasarana yayasan pendidikan itu sendiri, PPh Pasal 29 SPT Tahunan PPh Badan jika dalam jangka waktu 4 tahun sisa laba yayasan pendidikan digunakan untuk melakukan pembangunan gedung dan sarana-prasarana, PPh Pasal 23 atas kegiatan yang memang merupakan objek PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Warga Negara Asing (WNA Orang Pribadi atau Badan Usaha).
Kembali, unsur keadilan bagi masyarakat tetap menjadi nomor satu dalam menerapkan pajak. Sektor-sektor pendidikan yang bersifat komersil saja yang akan dikenakan pajak. Tentu tak dapat kita pungkiri sektor pendidikan model seperti ini telah tumbuh subur di negara kita, Indonesia. Isu ini telah menarik perhatian masyarakat dan berkembang bahkan sebelum pembahasan tentang ini menyeruak di gedung bundar.
DJP sebagai representasi pemerintah tentu sangat memperhatikan kepentingan masyarakat, aspek keadilan dan kemampuan membayar wajib pajak. Usulan perubahan aspek perpajakan dunia pendidikan melalui kajian mendalam sampai pada suatu kesimpulan perlunya bahu membahu masyarakat Indonesia dalam membangun bangsa dan negara. Bagi Lembaga pendidikan yang juga mengambil profit dalam menyelenggarakan proses pengajarannya semestinyalah juga dapat memberi sumbangan yang layak kepada negara.
Kesimpulan
Negara mau membangun kesadaran masyarakat bahwasanya Indonesia bisa membiayai semua keperluannya dengan mandiri, tanpa berutang. Bahwa dengan potensi yang ada Indonesia bisa mengumpulkan penerimaan dari sektor perpajakan dengan lebih optimal. Bahwa saling bantu, saling tolong dan gotong royong di Indonesia itu masih ada. Bahwa kita tidak menutup mata, bahwa negara membutuhkan Kerjasama semua pihak yang memiliki kemampuan untuk berkontribusi menjadi pahlawan negeri melalui setiap rupiah yang dibayarkan melalui mekanisme perpajakan.
Kiranya masyarakat tak perlu khawatir bahwa usulan perubahan ketentuan PPN ini akan menimbulkan beban baru bagi masyarakat, apalagi di tengah pandemi yang masih belum dapat diprediksi kapan akan berakhir. Kenaikan PPN bangsa Indonesia diingatkan kembali untuk gotong royong saling bantu demi mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara menjadi mediator untuk terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan membuat peraturan yang menjunjung tinggi rasa keadilan bagi seluruh masyarakat. Indonesia bisa bangkit dari pandemi dengan kolaborasi indah dari seluruh lapisan masyarakat. Oeh karena itu, melalui pajak yang berkeadilan, target penerimaan negara dari sektor perpajakan yang menjadi dominasi dari APBN semoga akan dapat tercapai. Pajak sesungguhnya bukti gotong royong seluruh warga, dari kita dan akan kembali lagi kepada kita.
*) Penulis merupakan Kasi Kerjasama dan Humas Kanwil DJP Banten. Tulisan ini pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja