Pandeglang (ANTARA) - Ade Setiwan sekeluarga sudah terbiasa setiap hari sekira pukul 06.00 WIB berolah raga sejauh 2 km dengan jalan-jalan pagi selama kurang lebih satu jam mengitari seputaran wilayah kediaman di kampungnya, Kolelet Turus Desa Pasirtangkil Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak Provinsi Banten.
Namun ada yang berbeda dengan olah raga hari ini, Sabtu (12/6/2021), Ade Setiawan beserta empat putra yakni Salman Abdul Wahid, Fathir Ariseno, Akbar Aridani dan AS Junior berencana berolahraga dengan jalan-jalan pagi menyusuri pegunungan, menghirup udara yang lebih segar sekaligus melihat pemandangan alam saat ‘weekend’.
Baca juga: LAZ Harfa bangun 40 Kampung Siaga COVID-19 di Pandeglang
"Kali ini saya memutuskan untuk jalan-jalan pagi menuju Curug Tomo di Desa Ramea Kecamatan Mandalawangi yang merupakan salah satu wisata alam yang termashur di Kabupaten Pandeglang, tetapi memang kami belum pernah berkunjung ke tempat tersebut," kata Ade.
Berbekal dua bungkus nasi kuning dan gorengan ceker ayam (untuk sarapan pagi) masakan istrinya, dan minuman air putih dua botol, tepat pukul 06.00 WIB, Ade dan empat buah hatinya menuju ke lokasi Wisata Alam Curug Tomo dengan mengendarai kendaraan roda 4.
"Kami memilih jalan melintasi jalan raya Pandeglang-Labuan, setelah sampai di Pertigaan Mengger mobil diarahkan ke jalan Mandalawangi menuju Pasar Pari Kecamatan Mandalawangi. Kami tiba di Pasar Pari sekira pukul 07.00, lalu sekitar jarak 100 meter melewati Pasar Pari ada jalur simpang tiga dan sebuah plang (papan) nama bahwa itu salah satu pintu masuk menuju tujuan kami," ujarnya.
Karena belum pernah berkunjung ke Curug Tomo, saat dipertigaan tersebut Ade menyempatkan untuk bertanya dan dijawab oleh warga setempat bahwa akses yang akan kami lalui adalah sudah benar dan bisa dilalui kendaraan roda 4 menuju air terjun yang kami maksud. Dari sejak awal keberangkatan, Ade telah menyadari lokasi Curug Tomo ini terbilang terpencil, oleh karena itu selain mengandalkan ‘google maps’ kami akan kerap bertanya kepada warga sekitar agar tidak tersesat.
"Sesuai petunjuk, kemudian kami melajukan mobil menuju arah Desa Sinarjaya – Desa Panjangjaya – Desa Cikumbueun – terakhir Desa Ramea Kecamatan Mandalawangi dengan tingkat variasi jalan yang kami lalui sebagian terbesar beraspal dan jalan beton, sehingga menurut penilaian kami lumayan lancar bisa dilalui kendaraan roda 2 maupun roda 4 tanpa kendala berarti," ujarnya.
Melewati jalan perdesaan dan perkampungan khas nuansa pegunungan memang perjalanan sangat menyenangkan, karena sepanjang jalan kami disuguhi pemandangan persawahan berundak dan indah yang terhampar luas dengan air mengalir tiada henti. Belum lagi dimanjakan oleh pesona deretan areal pertanian dan perkebunan warga sekitar yang hijau dan rindang.
Namun demikian, pengemudi harus tetap berhati-hati karena jalan desa menuju Curug Tomo menanjak, berbelok tajam menukik melintasi lereng perbukitan berkelok-kelok tajam dan pegunungan dengan beberapa lintasan diantaranya adalah tanjakan sangat tinggi dan jalan menurun sangat curam ditambah pemandangan jurang menganga disebelah kanan dan kiri jalan.
Pengendara yang baru pertama kali melintas disarankan harus extra hati-hati saat berkendara, karena terdapat sejumlah tanjakan penuh bebatuan dan turunan curam dengan jalan penuh lubang dan batu disana sini. Mendebarkan memang, namun pemandangan yang indah sepanjang jalan menuju Curug Toma cukup untuk menghalau rasa was-was itu.
"Tiba di Desa Ramea kami disambut dengan sebuah gapura ucapan ‘Selamat Datang di Kawasan Desa Ramea Curug Tomo Lewi Bumi’. Memang di kawasan ini ada dua lokasi wisata alam yakni Curug Tomo yang lebih dulu dikenal masyarakat setempat dan tak begitu jauh lokasinya terdapat wisata alam yang dikenal dengan Turalak Lewi Bumi," katanya.
"Kami mengikuti petunjuk arah menuju Curug Tomo, melewati permukiman penduduk dengan akses jalan searah hanya cukup satu kendaraan roda 4 saja, sampai pada akhirnya kendaraan yang kami tumpangi mentok menemukan jalan buntu," ujarnya.
Menurut beberapa warga setempat yang ditemui, Curug Tomo sebenarnya sudah dekat. Tertera juga pada petunjuk arah yang terdapat disitu berjarak sekitar 700 meter. Akan tetapi akses jalannya hanya bisa dilalui kendaraan roda 2 saja atau kalau pun mau berjalan kaki bisa ditempuh selama sekira 10-20 menit. Jadi jalur tracking yang dilalui sepertinya tidak ekstream dan tidak panjang pula rupanya. Hal ini juga menjadi harapan, karena sesungguhnya Ade dan keluarga tidak begitu terlatih jika harus melalui jalur tracking ekstream dan panjang pula.
Berbeda dengan sepeda motor yang memiliki area parkir khusus di lokasi dekat Curug Tomo, mobil akhirnya diparkir di halaman rumah salah seorang warga setempat, karena memang tidak ada parkir secara khusus untuk untuk kendaraan roda 4. Sebelum melanjutkan perjalanan dengan kaki, tidak lupa Ade dan keluarga menyempatkan berfoto bersama pemilik rumah yang tempat mobil kami parker, beserta ibu-ibu warga sekitar sekedar untuk kenang-kenangan.
Karena sudah ingin segera sampai ke lokasi, keluarga ini pun bersegera berjalan kaki melewati jalan mulus menurun dari paping blok. Selama berjalan kaki, sesekali berpapasan dengan warga setempat dari arah berlawanan yang menanjak mulus menggunakan sepeda motornya, dan akhirnya sampai pada batas akhir jalan paping blok yakni di Kampung Pasir Ceungal Cikupa, tempat dimana terdapat area parkir kendaraan roda 2 yang diorganisir oleh penduduk setempat.
"Dari sini kami harus berjalan menuruni lereng dengan kontur tanah merah sejauh 200 meter. Jalanan juga agak licin karena semalam turun hujan, sehingga kami berlima harus lebih hati-hati saat melangkah," katanya.
Sampailah di Curug Tomo sekira pukul 08.00 WIB dengan disambut suara gemericik air dan pancaran hangat cahaya matahari pagi, pemandangan alam air terjun yang luar biasa indah dan sejuk mempesona, asri dan bersih, airnya bening dan terasa dingin ketika kami sentuh. Curug juga dikelilingi oleh pepohonan yang menjulang tinggi. Ini ibarat "surga kecil di dunia" yang ada Kabupaten Pandeglang.
"Kami adalah pengunjung pertama yang tiba saat itu. Awal pertama yang kami lakukan adalah beristirahat sejenak sekaligus mengisi perut yang sudah lapar. Oleh karena itu kami langsung membuka bekal sarapan pagi berupa 2 bungkus nasi kuning dan gorengan ceker ayam yang kami bawa dari rumah, untuk dimakan bersama-sama di salah satu ‘Saung’ yang memang khusus diperuntukan bagi pengunjung untuk beristirahat," ujarnya.
Beruntung Ade dan anak-anaknya membawa baju ganti, sebab kurang memuaskan jika mengunjungi curug tanpa merasakan secara langsung kejernihan dari air curug itu sendiri. Apalagi kondisi arus kelihatan cukup tenang dan kolam yang relatif dangkal, terlihat dari banyangan dasar kolam yang terlihat jelas dengan kasat mata.
Setelah satu jam istirahat barulah secara bergelombang pengunjung Curug Tomo mulai berdatangan. Apalagi hari ini Weekend. “Biasanya Sabtu dan Minggu pengunjung akan ramai berdatangan ke Curug Tomo,” ujar salah seorang penjaga pintu masuk Curug Tomo bernama Isnaeni sambil menyodorkan tiket masuk seharga Rp. 10.000,- / orang.
Isnaeni menuturkan, akan lebih ramai lagi ketika setelah Lebaran atau saat Tahun Baru tiba. Mereka berasal dari Pandeglang, Serang, Cilegon. “Bahkan ada pengunjung dari Tangerang dan Jakarta juga kesini,” tuturnya.
Dia mengatakan, lokasi ini bisa dijadikan tempat untuk ‘Camping’ bagi mereka yang ingin bermalam dan mendirikan tenda di sekitar Curug Tomo. Untuk karakteristik dari arus di Curug Tomo ini tidak begitu deras. Sehingga relatif aman untuk berenang atau berendam, termasuk aman untuk anak-anak juga.
“Tempat ini dijamin aman, untuk mandi tempatnya bagus juga untuk wisata keluarga,” katanya meyakinkan.
Isnaeni menambahkan, air terjun Curug Tomo berasal dari Puncak Gunung Aseupan. Wisata alam ini milik pribadi dan dikelola pemilik dengan melibatkan warga setempat. “Untuk memasuki lokasi Wisata Alam Curug Tomo ada dua cara yaitu pintu masuk lewat Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang dan lewat Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang,” imbuhnya.
Berdasarkan hasil pantauan di lokasi, terdapat sekurangnya dua atau bahkan tiga air terjun di Curug Tomo ini, yang pertama berada di bagian paling atas, lalu di bagian tengah dan ke tiga di bagian paling bawah.
Disekitar curug sudah ada beberapa fasilitas penunjang seperti, musholla, kamar mandi, toilet, dan warung makanan ringan. Bila lapar sekali dan ingin makanan berat, dapat memesan ikan bakar dan nasi liwet kepada pemilik warung setempat dan membakarnya langsung di lahan kosong dekat air terjun.
Begitu pula dengan masing-masing air kolam yang ada sangat tenang. Baik pada curug pertama, kedua maupun ketiga mempunyai kolam dangkal dan tidak begitu luas. Hanya untuk kolam pada curug paling bawah mempunyai kolam yang jauh lebih luas daripada kolam pada curug yang tengah dan curug paling atas.
Selain itu kondisi masing-masing kolam juga rata-rata tidak begitu dalam dan hanya berkisar kedalaman 50-100 cm. Namun begitu pengunjung tetap berhati-hati karena kedalaman kolam yang tepat dibawah air terjun ini bisa lebih dalam lagi hingga mencapai 1,5 meter lebih.
Jadi sepanjang dikedalaman yang dangkal bagi yang tidak begitu pandai dalam berenang pun tidak perlu khawatir. Selain ada penjaga Curug Tomo yang mengawasi aktifitas pengunjung, disini disediakan jasa sewa baju/jaket pelampung untuk berjaga-jaga dan keselamatan selama berenang.
Tak terasa hari sudah semakin siang. Setelah puas berenang, merasakan sensasi pijat refleksi air terjun dan berendam selama 2 jam lebih kami berbilas di kamar mandi. Sesudah itu Ade dan anak-anaknya menyempatkan mengganjal perut dengan mie gelas dan mencicipi jajanan di warung setempat. Kami bersiap pulang sekira pukul 11.30 WIB. Selamat tinggal Curug Tomo. Ini menjadi moment jalan-jalan pagi spesial bagi keluarga kami, Ade Setiawan, Salman Abdul Wahid, Fathir Ariseno, Akbar Aridani dan AS Junior.
Air Terjun Curug Tomo, Pilihan Wisata Keluarga di Desa Ramea Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Minggu, 13 Juni 2021 16:06 WIB
Kali ini saya memutuskan untuk jalan-jalan pagi menuju Curug Tomo di Desa Ramea Kecamatan Mandalawangi yang merupakan salah satu wisata alam yang termashur di Kabupaten Pandeglang, tetapi memang kami belum pernah berkunjung ke tempat tersebut,