Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto menilai Rancangan APBN (RAPBN) 2021 cukup ekspansif dan konsolidatif sehingga diharapkan menjadi kebijakan yang kontra-siklus (counter-cyclical) dengan tren perlambatan ekonomi saat ini, dan mampu berbalik untuk mendorong pemulihan ekonomi.
“RAPBN 2021 menjalankan fungsi yang sangat penting sebagai kontra siklus (counter-cyclical) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui reformasi APBN,” kata Dito kepada Antara mengenai postur belanja dan pembiayaan di RAPBN 2021, di Jakarta, Jumat.
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan untuk nota keuangan RAPBN 2021 di Gedung DPR pada Jumat ini, dengan target pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen dan defisit anggaran sebesar 5,5 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Dito mengingatkan dengan defisit yang melebar, maka belanja harus diperbaiki kulaitasnya. Pemerintah harus bisa memastikan belanja pemerintah dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan kesehatan yang memadai.
Kebijakan anggaran dalam RAPBN 2021 masih berbasiskan dengan kondisi di 2020, ketika tekanan pandemi COVID-19 selalu membayangi.
“Pada Kuartal II di Tahun 2020, perekonomian Indonesia negatif 5,32 persen yang diakibatkan oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengakibatkan berbagai sektor ekonomi tidak bergerak,” ujar dia.
Dito meminta pemerintah memastikan efektivitas bauran program kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan masalah kesehatan yang disebabkan oleh COVID-19.
Kebijakan PEN dan perlindungan kehidupan sosial, ekonomi masyarakat yang sinergis, ujar Dito, akan mampu menahan perlambatan ekonomi nasional di Kuartal III dan Kuartal IV 2020.
Dalam pidato penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan pada rapat paripurna DPR-RI tahun sidang 2020-2021, Presiden menjelaskan tema RAPBN 2021 adalah "Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi".
"Pemerintah mengusung tema kebijakan fiskal tahun 2021 yaitu 'Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi'," kata Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan pada rapat paripurna DPR-RI tahun sidang 2020-2021, di gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat.
Tema tersebut diambil karena adanya ketidakpastian global maupun domestik masih akan terjadi.
"Program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang. Kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB masih diperlukan, dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal," tambah Presiden.
Asumsi indikator ekonomi makro pada RAPBN 2021 yang disampaikan Presiden Jokowi adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 4,5-5,5 persen.
Selanjutnya inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 3 persen, untuk mendukung daya beli masyarakat.
Nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp14.600 per satu dolar AS.
Selain itu, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun yang diperkirakan sekitar 7,29 persen.
Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berkisar pada 45 dolar AS per barel.
Produksi (lifting) minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 705.000 barel dan 1.007.000 barel setara minyak per hari.
Defisit anggaran direncanakan sekitar 5,5 persen dari PDB atau sebesar Rp971,2 triliun.
Defisit tersebut lebih rendah dibandingkan defisit anggaran di tahun 2020 sekitar 6,34 persen dari PDB atau sebesar Rp1.039,2 triliun.
Sasaran pembangunan pada 2021 adalah tingkat pengangguran 7,7-9,1 persen, tingkat kemiskinan di kisaran 9,2-9,7 persen, tingkat ketimpangan di kisaran 0,377-0,379, serta indeks pembangunan kualitas manusia (IPM) di kisaran 72,78-72,95.
Untuk mendanai kegiatan pembangunan di tahun 2021, akan didukung sumber penerimaan mandiri dari pendapatan negara sebesar Rp1.776,4 triliun yang utamanya dari penerimaan perpajakan Rp1.481,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp293,5 triliun.