Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk menaikkan defisit anggaran dalam Rancangan APBN (RAPBN) 2021 menjadi 5,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), guna mendukung pembiayaan program prioritas, termasuk penanganan dampak COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
“Dalam sidang kabinet pagi ini, Presiden memutuskan kita akan memperlebar defisit jadi 5,2 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Jadi lebih tinggi lagi dari desain awal yang sudah disepakati dengan DPR, lebih tinggi dari 4,7 persen,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers secara daring usai rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Jokowi dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Defisit anggaran 5,2 persen dari PDB di 2021 tersebut, ujar Sri Mulyani, lebih tinggi dari kesepakatan awal dan proyeksi antara pemerintah dan DPR.
Dalam kesepakatan dengan parlemen di sidang Badan Anggaran DPR, pemerintah menetapkan defisit RAPBN 2021 sebesar 4,17 persen, namun anggota dewan melihat terdapat indikasi kenaikan defisit menjadi 4,7 persen PDB karena masih tingginya tekanan dari pandemi COVID-19.
“Dengan defisit 5,2 persen PDB pada 2021, maka kita akan memiliki cadangan belanja sebesar Rp179 triliun yang Bapak Presiden setujui akan menetapkan prioritas-prioritas belanjanya,” ujar Sri Mulyani.
Beberapa program prioritas pada 2021, ujar Sri Mulyani, adalah ketahanan pangan, pembangunan kawasan industri yang dilengkapi infrastruktur yang memadai, transformasi digital di seluruh Tanah Air, pengembangan sektor pendidikan, dan kapasitas layanan kesehatan untuk menangani COVID-19 pasca2020 termasuk anggaran untuk memperoleh vaksin.
“Bapak Presiden meminta besok (28/7) akan sidang atau ratas lagi untuk penggunaan anggaran tambahan dari adanya defisit ini sehingga anggaran betul-betul produktif dan didukung perencanaan belanja yang baik,” ujar Sri Mulyani.