Nelayan tradisional pesisir selatan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, sejak sepekan terakhir menganggur bersamaan cuaca buruk melanda Perairan Samudera Hindia.

"Kami nelayan di sini tidak berani melaut karena gelombang tinggi disertai tiupan angin kencang," kata Bayii (50) seorang nelayan saat ditemui di Tempat Pelelangan Ikan (YPI) Muara Kecamatan Wanasalam Kabupaten Lebak, Selasa.

Para nelayan tradisional itu kini memilih tinggal di rumah karena jika melaut sangat membahayakan keselamatan jiwa.

Selama ini, tinggi gelombang di Perairan Samudera Hindia mencapai tiga meter dan angin barat cukup kencang, sehingga membahayakan bagi nelayan tradisional.

Sebab, nelayan tradisional itu menggunakan perahu kincang dengan mesin tempel motor dan panjang 2,5 meter dan lebar 1,2 meter.

"Saya kira nelayan tradisional bisa mengalami kecelakaan laut jika mereka memaksakan untuk melaut," katanya menjelaskan.

Murhadi (55) seorang Nelayan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun Kabupaten Lebak mengaku bahwa nelayan di sini sejak sepekan terakhir menganggur akibat cuaca buruk yang disertai gelombang tinggi dan angin kencang.

Selain itu juga tangkapan ikan relatif sepi dan jika melaut dipastikan merugi juga berpotensi terjadi kecelakaan laut.

"Kami lebih memilih tinggal di rumah daripada terjadi kecelakaan dan sambil menunggu kembali cuaca normal," katanya.

Sementara itu, Kepala PPI Binuangeun Kabupaten Lebak Agus Taman mengatakan sejak sepekan terakhir ini nelayan tradisional yang tersebar di 11 TPI sekitar 3.400 orang menganggur akibat cuaca buruk itu, sedangkan nelayan kapal besar di atas 30 GT tetap melaut.

Namun, jumlah kapal di atas 30 GT relatif kecil dan mereka jika melaut selama satu pekan bisa kembali ke PPI Binuangeun.

"Kami mengimbau nelayan tidak melaut sehubungan cuca buruk yang melanda Perairan Samudera Hindia dan cukup membahayakan keselamatan jiwa nelayan," katanya.

Pewarta: Mansyur suryana

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020